TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu mengkhawatirkan kenaikan cukai rokok bisa meningkatkan peredaran rokok ilegal di banyak daerah. Karena dengan mahalnya harga rokok tahun depan, masyarakat akan mencari alternatif rokok yang ramah di kantong, yakni rokok tanpa pita cukai.
"Kalau sudah naik gitu, apa daya belinya akan melorot. Akhirnya rokok ilegal inilah yang nanti akan mengisi kekosongan ini, itu yang kami (khawatirkan)," kata dia di kantor Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat, 25 Oktober 2019.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019, pemerintah akan menaikkan cukai rokok tahun depan, dengan rata-rata kenaikan mencapai 21,56 persen, dan kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok rata-rata sebesar 35 persen.
Willem menuturkan, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya di level 5 persen, itu menunjukkan daya beli yang tidak yang kurang kompetitif.
Dia juga mengkhawatirkan, kenaikan cukai rokok akan menimbulkan efek berantai seperti meningkatnya peredaran rokok ilegal, sehingga hal tersebut juga mempengaruhi progres dari target capaian penerimaan negara dari instrumen tersebut.
"Kami support juga agar supaya pemerintah tidak kehilangan target cukai. Masuk ilegal saya khawatir setengahnya tidak sampe targetnya," ungkap dia.
Willem mengaku, sebagai pengusaha selalu mendukung semua kebijakan yang diterbirkan oleh pemerintah. Namun kali ini, dia sangat kaget dengan kenaikan yang menurutnya terlalu tinggi.
"Namun pada saat ini kami kaget saja. Kenapa kaget? Karena menurut kami inflasi sekitar 3,6 persen, lalu harga jual eceran nya naik 35 persen, berarti kami sudah sumbang inflasi saja berapa, dan pasti kami akan ditinggal (konsumen), harga naiknya 10 kali lipat dari kenaikan harga secara umum," katanya.
Berbeda dengan GAPPRI, sebelumnya, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai besaran kenaikan tarif cukai rokok tersebut tergolong kecil. "Bahkan enteng-entengan saja," ujar dia pada 20 September lalu. Sebab, dua tahun sebelumnya tidak ada kenaikan tarif. Rapelan kenaikan tarif itu lah yang membuat kenaikannya terasa besar.
Menurut Tulus, jika pemerintah memang berniat mengendalikan konsumsi, ia menyarankan harga rokok dipatok minimal Rp 70 ribu per bungkus.
EKO WAHYUDI | CAESAR AKBAR