TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf berbagi kisah soal pengalamannya bertemu barista atau peracik kopi saat berkunjung ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Pertemuan terjadi saat Triawan berkunjung ke sebuah kedai kopi di sana. Ternyata, sang barista merupakan orang yang pernah mendapatkan pelatihan yang didukung Bekraf.
“Dia merasa bertemu dengan bapaknya. Ini yang membuat saya terharu,” kata Triawan saat hadir dalam acara Ngobrol Pinter tentang Ekonomi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat, 18 Oktober 2019. Di acara ini, menteri-menteri ekonomi kabinet pertama Presiden Joko Widodo atau Jokowi kongko-kongko terakhir sambil minum kopi, sebelum kabinet kedua diumumkan Minggu, 20 Oktober 2019.
Menurut Triawan, pelatihan yang didukung Bekraf telah membuat si barista mendapatkan sertifikasi kerja di luar negeri sesuai profesinya tersebut. Triawan merasa sangat bangga karena seorang anak Indonesia, bisa naik kelas sedemikian rupa hingga berkarier jauh di Uni Emirat Arab. “Dia punya skill yang diterima di luar negeri,” kata Triawan.
Sebagai salah satu badan yang bertugas mengembangkan ekonomi kreatif, kopi dan berikut barista merupakan sasaran dari lembaga ini. Sehingga, Bekraf turut andil dalam beberapa sertifikasi kompetensi barista. Salah satunya yaitu di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Barista Indonesia, di bawah Esperto Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pendidikan barista, hingga penjualan alat pembuatan kopi, berikut bijinya.
Lewat akun Instagramnya lspbarista.id, Esperto Indonesia rutin membagikan aktivitas sertifikasi yang diadakan di berbagai tempat di Indonesia. Dalam wawancara bersama Tempo pada pertengahan Juli 2019, Director of Marketing and Business Development Esperto Indonesia, Novita Suryaningsih mengatakan Esperto Indonesia bermitra dengan Bekraf mencetak barista yang handal. “Pak Triawan Munaf juga belajar di Esperto,” kata dia.
Novita mengatakan, minuman kopi yang saat ini tengah booming ternyata tak hanya menyangkut soal variasi dalam penyajiannya. Lebih jauh, bisnis kopi berkaitan juga dengan kewajiban untuk bisa menyajikannya dengan benar. “Kami ingin meningkatkan standar kompetensi barista Indonesia, barista bukan hanya bisa bikin kopi, tapi juga serve coffee right, menyajikan kopi dengan benar,” kata Novita dalam acara Festival Kisah Kopi di Lippo Mall, Kemang, Jakarta Selatan.
Novita mengatakan perusahaannya memiliki tagline coffee served right. Artinya, perusahaan ingin membuat para barista menjadi kompeten dalam menyajikan secangkir kopi kepada para konsumen. “Di mana mereka (konsumen) merasa, saya gak mau ke tempat lain lagi,” kata dia. Sehingga, sekali mencicipi kopi dari sang barista, konsumen merasa puas dan kembali lagi ke kedai kopi tersebut.
Untuk menyajikan secangkir kopi yang benar, ternyata bukan hanya dari jenis biji kopinya saja, namun juga dari pengetahuan sang barista. Ia diharapkan tidak hanya bisa membuat kopi di kedainya, namun juga memahami seluruh pemrosesan kopi. Mulai dari penanaman, pemilihan biji kopi, pengeringan, sampai menjadi roasted beans. “Jadi benar-benar harus ada quality control yang baik,” kata dia.
Selanjutnya, barista juga seharusnya tidak hanya bisa menyajikan kopi, tapi juga bisa menjelaskan kepada konsumen. Ia harus bisa menjelaskan dengan percaya diri jenis biji kopi yang digunakan hingga pemrosesan yang dilakukan.
Salah satunya yang penting adalah ketika si penikmat kopi memiliki keluhan dengan lambungnya. “Dia kan enggak bisa yang acidity (keasaman) tinggi, kalau kayak gitu gimana? Jadi jangan yang 100 persen Arabika,” ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO