TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui beban utang negara mencapai Rp 4.600 triliun. Meski begitu, ia optimistis Indonesia dapat membayar utang-utangnya di masa mendatang. “Banyak (utang) asal bisa bayar. Apalagi utang kita masih aman dari negara lain,” ujar JK dalam diskusi bersama 100 ekonom di The Westin, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Oktober 2019.
JK mengatakan Indonesia terpaksa berutang untuk menambal defisit. Apalagi pada 2018 lalu, Indonesia menorehkan catatan merah dengan defisit perdagangan mencapai US$ 8,57 milar atau terburuk sepanjang 4 tahun terakhir. Indonesia berutang dengan mengeluarkan surat utang, seperti bond, atau surat berharga alias obligasi.
Saat ini, posisi utang negara berada di rasio 30 persen dari gross domestic product atau GDP. Meski demikian, posisi utang Indonesia realtif masih lebih rendah ketimbang negara lain. JK lantas membandingkan dengan negeri jiran, Malaysia. Ia menyebut saat ini posisi utang Malaysia berada di posisi 50 persen dari GDP.
Sedangkan utang negara Turki berada di posisi lebih tinggi. JK mengatakan utang Turki tercatat sebesar 80 persen dari GDP. Begitu juga dengan Amerika Serikat yang memiliki utang lebih besar ketimbang Indonesia, yakni 100 persen dari GDP.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada akhir Juli 2019, utang luar negeri RI tercatat US$ 395,3 miliar atau setara dengan Rp 5.545 triliun (kurs 14.038 per dolar AS). Utang luar negeri ini tumbuh 10,3 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 9,9 persen (yoy).