TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan infrastruktur dasar dinilai merupakan modal penting penarik minat investor untuk menanamkan modal di kawasan ekonomi khusus (KEK). Setelah infrastruktur terbangun, jika investor belum juga masuk, selanjutnya pemerintah tinggal menempatkan badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pelopor pelaku ekonomi di KEK.
Demikan disampaikan pengamat Ekonomi Institute for Developments of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus. Ia mengatakan, skema KEK pada prinsipnya adalah usaha pemerintah dalam mengembangkan perekonomian suatu wilayah yang disesuaikan dengan kompetensinya.
Skema atau program ini sudah selayaknya diarahkan di kawasan-kawasan bukan perkotaan yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Otomatis, pembangunan infrastruktur dasar konektivitas menjadi tugas pertama yang harus diselesaikan pemerintah.
"Kenapa KEK kurang diminati investor, yang pertama harus diperiksa kembali adalah apakah infrastruktur yang dibangun sudah mencukupi? Infrastruktur yang dimaksud adalah terkait jalan atau konektivitas, energi, dan air," ujarnya kepada Bisnis, Senin 14 Oktober 2019.
Heri mengatakan, jika infrastruktur dasar tersebut sudah memenuhi semua kebutuhan mobilitas dan operasional produksi, investasi seharusnya akan mengalir ke kawasan tersebut dengan sendirinya. Namun, dia juga tidak memungkiri ada kemungkinan investasi tetap seret kendati infrastruktur dasar telah terbangun.
"Kalau infrastruktur dasar sudah terbangun baik, tetapi investor tetap enggan berinvestasi maka yang dapat dilakukan pemerintah adalah menugaskan badan usaha milik negara [BUMN] untuk terjun sebagai pionir di KEK. Harapannya, ada investor dari swasta yang tertarik mengikuti jejak BUMN tersebut untuk berinvestasi," kata dia.
Berdasarkan catatan Bisnis, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mengakui bahwa kehadiran KEK belum memberi dampak yang signifikan terhadap perekonomian daerah di kawasan tersebut.
Dia mengungkapkan bahwa dari sisi jumlah, pemerintah memang berhasil memenuhi target yang dicanangkan yakni pembentukan 17 KEK di seluruh Indonesia pada tahun ini.
“Hingga saat ini sudah ada 13 KEK yang berjalan dan 4 KEK yang masih menunggu peraturan presiden,” jelas Darmin saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Kamis pekan lalu.
Namun, dari sisi jumlah investasi, Darmin mengakui bahwa kehadiran KEK tersebut belum membawa dampak yang diharapkan. Berdasarkan data dari Sekretariat Dewan KEK, hingga Oktober 2019, komitmen investasi keseluruhan pada KEK yang telah beroperasi senilai Rp85,30 triliun. Sementara itu, realisasi investasi dari angka tersebut, bahkan belum mencapai setengahnya. Total realisasi pada KEK yang ada baru mencapai kisaran Rp21 triliun.