Menurut Timboel, masalah terjadi karena pemerintah daerah yang memberikan layanan publik tidak bersedia memberikan sanksi kepada perusahaan. Sebab, pemberian sanksi akan membuat perusahaan berpotensi kabur dari daerah tersebut. “Mereka (Pemda) tentu tidak ingin kehilangan PAD (Pendapatan Asli Daerah) gara-gara ini,” kata dia.
Terakhir yaitu anggota Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraini yang memaparkan hasil pantauan di 15 daerah pada 2017. Menurut dia, pantauan ini menunjukkan adanya 49 temuan potensi fraud pada pelaksanaan JKN oleh BPJS Kesehatan.
Di antaranya yaitu pertama, fraud di tingkat peserta JKN-PBI yang memanipulasi KIS, padahal bukan pemilik kartu BPJS Kesehatan. Kedua, fraud di tingkat Puskesmas berupa penerimaan uang oleh pihak Puskesmas untuk mengeluarkan rujukan pada pasien. Ketiga, fraud di tingkat rumah sakit berupa penggunaan alat kesehatan, obat, dan tindakan medis. “Alat kesehatan tidak digunakan secara optimal dalam pengobatan pasien, tapi tetap ditagihkan dalam klaim rumah sakit,” kata Dewi.