TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti mengatakan proyek reklamasi Pelabuhan Benoa masih bisa dilanjutkan. Kendati, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46 tahun 2019 telah menetapkan perairan Teluk Benoa telah menetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim di Perairan Provinsi Bali.
"Pelindo itu kan di wilayah pelabuhan, yang mengatur Kemenhub," ujar Brahmantya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Sabtu, 12 Oktober 2019. Ia mengatakan ada aturan Kementerian Perhubungan dalam pembangunan di wilayah pelabuhan, yaitu dengan adanya Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).
Perihal proyek reklamasi Pelindo III di Teluk Benoa, menurut Brahmantya memang masuk ke dalam DLKr perseroan. Perizinan mengenai pembangunan tersebut diajukan kepada Kementerian Perhubungan dan tidak melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Brahmantya tidak menjawab secara gamblang ihwal apakah lokasi proyek pelabuhan itu masuk ke dalam 1.243,41 hektare. Kawasan Konservasi Maritim yang ditetapkan KKP. "Mestinya enggak karena sejak awal pelabuhan kan sudah di sana, pengembangan kan masuknya di wilayah pelabuhan," tutur dia. "Jadi izinnya tidak melalui KKP, Undang-undang kan bilang KKP dan Pemda berwenang memberi izin lokasi dan izin kelola di ruang laut di luar DLKr dan DLKp."
Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46 tahun 2019, perairan Teluk Benoa memang telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim di Perairan Provinsi Bali. Beleid tersebut menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim.
"Itu diharapkan bisa dikelola oleh Pemerintah Daerah Bali untuk melakukan kegiatan agama, kegiatan budaya, dan lainnya, di situ kan titik-titik sucinya banyak," ujar Brahmantya.
Berdasarkan beleid yang sama kawasan tersebut meliputi zona inti sebanyak 15 titik koordinat masing-masing dengan radius kurang lebih 50 sentimeter , Sikut Bali atau telung tampak ngandang, dan zona pemanfaatan terbatas. Ketika itu sudah ditetapkan, ia mengatakan hal-hal yang tidak masuk didalam peruntukan kawasan konservasi, misalnya reklamasi, tidak bisa dilakukan.
Brahmantya mengatakan terbitnya Keputusan Menteri itu didasari permintaan Masyarakat Bali dan disertai dengan diskusi publik yang panjang dengan mengundang pemangku kepentingan dari berbagai kalangan. Karena itu, ia menekankan bahwa tidak boleh ada reklamasi di wilayah tersebut. "Kalau di luar itu, misalnya yang Pelindo III itu kan di wilayah pelabuhan, yang mengatur Kementerian Perhubungan."