TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Centre of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan ada dua persoalan yang menjadi sebab rangking daya saing Indonesia melorot 5 peringkat dalam laporan World Economics Forum. Pertama, adalah soal kesiapan Sumber Daya Manusia atau SDM.
"Faktor kesiapan SDM yang paling utama dimana kualitas SDM Indonesia masih belum bisa bersaing dengan negara lain," kata Huda ketika dihubungi Tempo, Sabtu 12 Oktober 2019.
Sebelumnya, WEF merilis laporan berjudul Global Competitiveness Report 2019. Laporan itu mencatat bahwa daya saing Indonesia melorot 5 peringkat ke posisi 50 padahal sebelumnya berada di posisi 45. Indonesia mengumpulkan skor 64,6 atau lebih rendah 0,3 poin dibandingkan pada 2018.
Dalam laporan itu, skor terburuk Indonesia dicatat dari sisi innovation capability (kapasitas inovasi) yang hanya 37,7 dari skor tertinggi 100. Terburuk kedua adalah terkit ICT adoption (penggunaan teknologi), yang disusul labor market (pasar tenaga bekerja), institutions dan terakhir product market (daya saing produk di pasar).
Huda mencontohkan kesiapan Indonesia dari segi SDM bisa terlihat salah satunya lewat peringkat Programme for International Student Assesment (PISA) yang digagas oleh Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD. Dari PISA terlihat bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dari negara maju.
Adapun, program yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali ini bertujuan untuk memonitor literasi membaca, kemampuan matematika, dan kemampuan sains. PISA diperuntukkan bagi siswa berusia 15 tahun guna mengevaluasi dan meningkatkan metode pendidikan di suatu negara.
Data terakhir pada 2015 menunjukkan, bahwa skor PISA Indonesia mencapai 403. Sedangkan, OECD memiliki standar rata-rata internasional mencapai skor 500.
Selanjutnya, yang kedua, Huda juga menunjuk penerapan insentif untuk mendorong inovasi juga terlambat. Salah satunya terkait pemberian super deduction tax (pembebasan pajak berganda) bagi program Research and Development (R&D) yang dilakukan oleh perusahaan.
"Penerapan super deduction tax baru akan dimulai pada akhir tahun 2019. Padahal insentif ini penting untuk menstimulus inovasi serta R&D," ujar Huda.
Karena itu, menurut Huda, pemerintah perlu segera melaksakan program membangun Indonesia melalui pendidikan. Baik melalui vokasional maupun program lainnya.
Selain itu, Huda berharap pelaksanaan program super deduction tax harus benar-benar bisa diimplementasikan. Hal ini, demi memberikan stimulus bagi adanya inovasi dan juga R&D yang ada di Indonesia.