Saat ini, 70 persen dari proses penyusunan RDTR masih dilaksanakan secara manual sehingga memakan waktu yang lama dan standar yang digunakan pun masih cenderung berbeda-beda. Melalui aplikasi tersebut, Abdul berharap ke depan penyusunan RDTR sudah 80 persen otomatis melalui sistem dan 20 persen sisanya dilaksanakan secara manual oleh pemerintah daerah terkait.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Muhamad Hudori mengatakan bahwa tahun ini terdapat 57 daerah yang penyusunan RDTR-nya dibantu oleh pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN. Hal ini diperlukan karena masih terdapat banyak pemerintah daerah yang memiliki anggaran yang minim serta kekurangan SDM dalam rangka menyusun RDTR. Padahal, di satu sisi RDTR diperlukan dalam rangka menjamin kepastian lokasi berusaha.
Dari 1.838 wilayah yang perlu disusun RDTR-nya, baru 51 yang sudah ditetapkan dan dijadikan peraturan daerah (Perda). "Ini yang ke depan perlu dikejar oleh pemerintah daerah karena RDTR-kan kewenangan daerah," ujar Hudori.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala BPN Sofyan Djalil menegaskan bahwa penghapusan IMB bukan berarti pemerintah tidak mengawasi pendirian bangunan.
Setiap bangunan yang dibangun tetap perlu mematuhi suatu standar yang dibuat oleh pemerintah dan pengawasan terhadap bangunan terkait kepatuhannya terhadap standar bakal ditingkatkan. Justru, sistem IMB sekarang menimbulkan banyak pelanggaran.
"Yang paling penting itu sebenarnya pengawasan di lapangan. Nanti izin yang dicoret bukan cuma IMB tapi izin-izin lain juga," ujar Sofyan, Jumat, 20 September 2019.
Sofyan menerangkan bahwa penghapusan IMB sudah diterapkan di beberapa negara di luar negeri. Pengawasan atas kepatuhan terhadap standar dilakukan terus menerus dan akan ada pembongkaran apabila ditemukan tidak sesuai dengan standar. Oleh karena itu, banyak beleid terkait bangunan seperti UU Penataan Ruang dan UU Bangunan Gedung akan direvisi untuk disesuaikan dalam konsep baru ini.
BISNIS