TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Len Industri Zakky Gamal Yasin mengatakan, perusahaannya menggandeng Pertamina dan PLN untuk menggarap bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
“Ketiga perusahaan akan melakukan pembentukan suatu usaha patungan untuk melakukan pengelolaan proyek PLTS di lingkungan perusahaan BUMN dan lainnya,” kata dia dikutip dari rilis yang diterima Tempo, Rabu, 3 Oktober 2019.
Ketiga BUMN tersebut menandatangani Head of Agreement (HOA) di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2019. PT Len Industri, PT Pertamina, dan PT PLN sepakat untuk melaksanakan kerja-sama investasi penyelenggaraan bisnis pembangunan PLTS.
Zaky mengatakan, kerja-sama mengembangkan PTLS tersebut sekaligus mendukung program pemerintah. “Kerja sama ini untuk mendukung program pemerintah mencapai target Bauran Energi tahun 2025 sebesar 6,5 GWp (Gigawatt Peak),” kata dia.
Zaky mengatakan, pengembangan PLTS tersebut akan dimulai di fasilitas yang dikelola BUMN. “Seandainya semua BUMN memanfaatkan PLTS potensinya bisa di kisaran 1,4 GWp. Pemanfaatannya bisa diterapkan di jalan tol, bandara, SPBU, stasiun kereta, pertambangan, pabrik, kantor, perkebunan, pelabuhan, serta gudang-gudang,” kata dia.
Penandatanganan HOA tersebut dilakukan oleh Direktur Utama PT Len Industri Zakky Gamal Yasin, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, serta Plt Direktur Utama PT PLN Sripeni Inten Cahyani. Penandatanganan tersebut disaksikan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media (PISM) Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno.
Len Industri menyumbang kompetensi dan pengalaman mengembangkan PLTS, sementara PLN bergerak di bidang penyediaan listrik yang memiliki kompetensi melaksanakan tugas pengoperasian dan penyalurannya. Lalu Pertamina yang bergerak di bidang usaha migas dan energi terbarukan dalam aktivitasnya meliputi pengembangan PLTS.
Kementerian ESDM menghitung potensi energi matahari yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik berkisar 207,8 Gigawatt, sementara hitungan Institute for Essential Service Reform (IESR) menembus 560 Gigawatt. Sementara pemanfaatan saat ini melalui PLTS baru sebesar 94,42 MWp sampai dengan 2018. Indonesia baru memanfaatkan sebagian kecil potensi energi matahari. Indonesia terhitung masih tertinggal di kawasan Asia Tenggara. Di dunia, Cina menempati posisi nomor satu untuk pemanfaatan energi matahari menjadi listrik dengan kapasitas mencapai 45 GW, menyusul Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat.
AHMAD FIKRI