Kalaupun dalam proses perizinan atau birokasi yang dinilai lama, menurut Silmy, bukan berarti fungsi Kementerian membina industri malah dihapus. Solusinya bisa jadi hanya dengan menerapkan sistem teknologi informasi yang baik.
“Jika hal-hal tersebut dihilangkan (surat rekomendasi dan pre-shipment inspection), impor produk baja yang masuk ke Indonesia menjadi tidak terkontrol dan tidak terpeliharanya keseimbangan antara supply dan demand,” kata Silmy.
Asosiasi juga menilai penerapan SNI untuk produk besi dan baja masih sangat penting peranannya karena dapat menjadi technical barrier. SNI bisa menjadi alat pengendali impor dan untuk menjaga kualitas produk.
Pasalnya, selama ini Indonesia rentan terhadap serbuan produk dari luar negeri. Produk luar negeri dinilai akan menghantam industri nasional. Penghapusan penerbitan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI), penerbitan izin impor, serta pengawasan dan pemeriksaan produk impor di pelabuhan muat akan semakin menurunkan tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional yang saat ini berada di level terendah (30 persen - 40 persen).
Hal itu dianggap berujung pada kerugian material hingga kebangkrutan. Asosiasi berharap kebijakan yang sangat mendukung industri domestik terutama industri dasar seperti baja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Bila industri baja nasional mengalami kebangkrutan, menurut Silmy, akan terjadi multiplier effect bagi seluruh industri di Indonesia. "Di antaranya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, mempercepat deindustrialisasi, membesarnya defisit neraca perdagangan, menurunnya penerimaan pajak dan menurunnya minat investasi di sektor industri baja."
BISNIS