TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas, Rudy Prawiradinata, mengatakan permasalahan di ibu kota saat ini Jakarta, sudah sangat banyak. Kemacetan di Jakarta selain menimbulkan polusi juga telah merugikan sektor bisnis hingga mencapai Rp 56 triliun per tahun.
"Macet membuat polusi dan kerugian bisnis, berdasarkan kajian Bank Dunia (akibat macet), kita kehilangan Rp 56 triliun per tahun," ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, September 2019.
Selain kemacetan dan polusi udara yang semakin tidak sehat, Jakarta tahun ini, telah menjadi sebagai kota terpadat kesembilan di dunia. "Jakarta sudah tak lagi terkendali populasinya. Kepadatan penduduk di Jakarta sendiri 15 ribu orang per kilometer di tahun 2017," ucapnya.
Tidak sampai di situ, Rudy mengungkapkan, Jakarta menghadapi masalah terkait penurunan permukaan tanah akibat tingginya beban. Dia memperkirakan 50 tahun yang akan datang seluruh wilayah Jakarta bakal terendam air banjir.
"Naiknya permukaan laut 35-50 cm pada 2015 itu juga menghadapi tsunami, kemudian ancaman lain di Selat Sunda, gempa bumi yang disebabkan Lempeng Sunda," kata dia.
Akibat dari pemukiman yang sudah terlalu padat, Rudy menuturkan, itu menciptakan persoalan lain yaitu tentang ketersediaan air bersih. Saat ini ada 60 persen masyarakat Jakarta yang tidak memiliki akses terhadap air bersih.
Bappenas berencana, nantinya jika ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Timur pada tahun 2025, akses air bersih Jakarta akan naik menjadi 70 persen. "Bahkan prediksi kami tak hanya Jakarta tapi juga sekitarnya," ucapnya.
Rudy menuturkan, apabila rencana pemindahan ibu kota negara baru bisa terealisasi maka akan banyak keuntungan yang didapatkan di sektor ekonomi untuk bangsa Indonesia. Karena pembangunan tidak hanya berpusat kepada pulau Jawa melainkan di wilayah lain. "Pusat kegiatan ekonomi akan Indonesia sentris. Jadi gak Jawa sentris ini untuk meningkatkan secara keseluruhan," katanya.
EKO WAHYUDI | RR ARIYANI