TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak besar terlebih bila dibandingkan dengan harga rokok yang harus dikeluarkan perokok per hari. "Apalagi (kalau dia) merokok. Itu satu bungkus, sebulan berapa? Padahal dia ngerokok satu bungkus sehari," ujarnya saat bertemu dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Kantor Wapres RI, Kamis, 5 September 2019.
Jadi, menurut JK, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak besar dibandingkan dengan pengeluaran yang lain. "Tapi sangat bermanfaat untuk kehidupan kesehatan dia."
Selain untuk rokok, Kalla juga mengatakan nilai kenaikan BPJS Kesehatan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan pulsa telepon. "Orang yang mampu, yang mungkin punya 3 handphone atau mungkin empat malah. Rata-rata pulsa itu saya kira Rp 20-30 ribu paling minimal. Jadi kenaikan itu hanya setengah dari pengeluaran handphone sebulan satu orang," ucapnya.
Sebelumnya pemerintah berencana menaikkan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan untuk kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 dan kelas II yang naik dari Rp 59.000 menjadi Rp 120.000. Adapun, iuran untuk kelas III dipatok Rp 25.000.
JK juga menyebutkan bahwa besaran premi BPJS Kesehatan yang terbilang terlalu murah dibanding manfaat yang diterima. "(Bayar iuran) Rp 25.000, tapi mau operasi jantung atau apa sakit apapun ditanggung BPJS," ucapnya.
Terlebih BPJS Kesehatan merupakan asuransi terbesar yang beroperasi di dunia karena anggotanya lebih dari 200 juta orang. Dia membandingkan asuransi kesehatan di Amerika Serikat, yaitu Obama Care hanya diikuti oleh 25 juta orang.