TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan menerima banyak protes dari kalangan pengusaha terkait pembatasan akses internet di sana. Ia hanya bisa pasrah dengan kebijakan pemerintah pusat ini.
"Banyak keluhan. Makanya kami harap semua sisi informasi bisa dibuka," katanya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019.
Lukas menuturkan situasi di Papua pada umumnya sudah kondusif. Jika muncul keributan dari mahasiswa, ia mengklaim aparat di sana sudah biasa menghadapinya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya belum tahu sampai kapan harus membatasi akses internet di Papua. Alasannya hingga kini pihaknya menemukan lebih dari 230 ribu Uniform Resource Locator atau URL yang memviralkan hoaks terkait insiden di Papua.
Ia menuturkan hoaks paling banyak ditemui di Twitter. Adapun isinya beraneka rupa. "Ada berita bohong, menghasut, yang paling parah mengadu domba," katanya.
Jika ditelusuri, kata dia, lokasi penyebar konten-konten hoaks ini bermacam-macam, tidak hanya dari Papua. Kami melihatnya di dunia maya. Bahwa itu dari Papua, manapun di seluruh dunia, kami bisa tangkap. Itu 230 ribu lebih," ucapnya.
Rudiantara berharap kondisi keamanan di Papua segera kondusif sehingga kementeriannya bisa segera mengembalikan akses internet di sana seperti sedia kala. Ia pun meminta maaf kepada seluruh pihak yang terdampak dari kebijakan ini.
Menurut dia, pembatasan akses internet ini berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE yang mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945. Meski dianggap melanggar hak asasi manusia, ia berdalih pemerintah harus melakukannya untuk membatasi penyebaran konten negatif.