TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menilai langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk membentuk kementerian investasi yang berfokus pada investasi digital berpotensi menimbulkan dualisme di bidang penanaman modal. Sebab, saat ini, negara telah memiliki Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM yang berfokus menangani investasi masuk, baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).
"Kalau mau bentuk kementerian investasi, tupoksinya harus jelas. Kalau kementerian investasi enggak jelas, saya khawatir ada dualisme dan bisa saja enggak efektif," ujar Eko saat dihubungi pada Kamis, 15 Agustus 2019.
Baca Juga:
Eko menilai kementerian investasi malah akan berbenturan dengan BKPM bila keduanya sama-sama menjalankan fungsi penanaman modal. Padahal, semestinya, upaya penguatan investasi digital dapat dioptimalkan oleh BKPM.
Ia juga berpendapat bahwa kementerian investasi bertentangan dengan upaya pemerintah membuat online single submission atau OSS. OSS merupakan sistem pencatatan hingga pengeluaran izin penanaman modal yang seluruhnya berasal dari satu pintu.
Meski demikian, Eko menduga pemerintah sebenarnya memiliki opsi untuk menaikkan status BKPM menjadi kementerian. "Bisa saja kementerian investasi itu BKPM. Isu peningkatan status BKPM dari badan jadi kementerian ini lagu lama," tuturnya.
Bila BKPM ditingkatkan menjadi kementerian, ujar Eko, pemerintah pasti akan menambah fungsi lain. Misalnya adanya bagian yang fokus menangani urusan investasi digital. Dampaknya, secara kelembagaan, fungsi eksekusi BKPM yang nantinya menjadi kementerian akan lebih kuat.
Eko menambahkan, jika Jokowi benar-benar menjadikan BKPM Kementerian Investasi pun, BKPM dapat membuat regulasi, misalnya yang berhubungan dengan insentif fiskal atau tax holiday. Meskipun kebijakan itu juga harus dirembuk bersama kementerian lain. "Kalau jadi kementerian dia punya power dan bergaining position lebih kuat ketila dia bisa meregulasi investasi," tutur Eko.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA