TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut bahwa masalah pencurian data kependudukan bisa dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan media sosial. "Ada saja oknum-oknum yang lewat medsos, lewat Google dan sebagainya," ujar Tjahjo ketika ditemui dalam acara Kementerian PAN-RB, di Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.
Korban dari oknum yang melakukan pencurian data kependudukan dengan memanfaatkan media sosial itu, menurut Tjahjo, tak tertutup hanya pada penduduk, tapi juga bisa ke perusahaan besar seperti Google. "Google saja kemarin baru kena denda sekian," ucapnya.
Meski begitu, Tjahjo memastikan data kependudukan yang digunakan lembaga keuangan swasta yang bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dalam kondisi aman karena diawasi penuh oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Kalau untuk keperluan internal Kemendagri, sudah ada MoU dengan perbankan dan lembaga keuangan dan semua rekomendasi jaminannya dari OJK. "Jadi clear, dengan perbankan BPR, asuransi kemudian lembaga-lembaga finansial itu clear, semua terdata dengan baik," ujar Tjahjo.
Lebih jauh, Tjahjo menyebutkan masalah pencurian data penduduk harus diserahkan kepada polisi karena sudah menyangkut tindakan kriminal. Kemendagri sebelumnya lewat Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil melaksanakan kerja sama dengan ribuan lembaga keuangan dan pembiayaan swasta, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi kebocoran data.
Namun, Tjahjo dalam kesempatan tersebut kembali menegaskan bahwa kerja sama Kemendagri dengan lembaga keuangan swasta dilakukan dengan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Masalah perlindungan data penduduk sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Selain itu juga sudah ada Peraturan Mendagri Nomor 61 Tahun 2015 tentang Persyaratan Ruang Lingkup dan Tata Cara Pemberian Hak Akses serta Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan, Data Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
ANTARA