TEMPO.CO, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM mencatat realisasi investasi periode triwulan II tahun 2019 meningkat 13,7 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu. Investasi triwulan II tahun ini mencapai Rp 200,5 triliun.
Pelaksana Tugas Deputi Pengendalian dan Pelaksanaan BKPM, Farah Ratnadewi Indriani, mengatakan realisasi investasi periode ini berasal dari penanaman modal dalam negeri atau PMDN sebesar Rp 95,6 triliun. Sedangkan penanaman modal asing atau PMA mencapai Rp 104,9 triliun.
Baca Juga:
"Realisasi PMDN naik 18,6 persen dan PMA naik 9,6 persen," katanya dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.
Dalam kesempatan yang sama, BKPM juga merilis data realisasi investasi untuk semester I 2019. Mulai Januari hingga Juni 2019, realisasi investasi mencapai Rp 395,6 triliun. Realisasi investasi semester I tahun 2019 disebut berhasil menyerap tenaga kerja mencapai 490.715.
Adapun pada semester I, realisasi investasi didominasi sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar 18 persen. Kemudian, listrik, gas, dan air sebesar 14,4 persen: lantas konstruksi 8,2 persen; industri makanan 8,1 persen; dan perumahan, kawasan industri, serta perkantoran 7,8 persen.
Farah mengatakan, menurut daerahnya, realisasi investasi untuk triwulan II terbanyak ditanamkan untuk Jawa Barat sebesar 15,6 persen. Kemudian, DKI Jakarta mencapai 14,9 persen; Jawa Timur 9,7 persen; Jawa Tengah mencapai 7,4 persen; dan Banten sebesar 6 persen.
Menurut Farah, total investasi triwulan II menyumbang 25,3 persen dari target investasi sepanjang 2019. Adapun pada 2019, total target investasi masuk dipatok Rp 792 triliun.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan tahun ini merupakan titik terang bagi investasi setelah pada 2018 investasi global mengalami pelambatan. "Hari ini, pemulihan tren investasi berlanjut. Tren investasi ini mulai pulih di akhir 2018 dan terus berlanjut sampai triwulan kedua (2019)," ujarnya.
Lembong menjelaskan, tahun lalu, investasi sempat terpukul oleh kondisi perang dagang yang mencapai puncak. Selain itu, secara domestik, investasi sempat melambat karena kondisi politik Indonesia menjelang pemilihan sehingga investor mengambil sikap 'wait and see'
FRANCISCA CHRISTY ROSANA