Aviliani menilai relaksasi ini harus diperluas, terutama di sektor riil. Salah satu sektor yang memungkinkan adalah pariwisata. Saat ini, masuknya turis asing lewat fasilitas bebas visa dinilai belum cukup tangguh menggenjot sektor ini.
Menurut dia, pemerintah harus mencari upaya bagaimana swasta pun bisa masuk di sektor pariwisata, tidak hanya pemerintah daerah saja. Dengan begitu, investasi pun akan tumbuh semakin besar.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyoroti soal di investasi dalam pidatonya di acara Visi Indonesia di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Ahad, 14 Juli 2019. Saat itu ia mengatakan, semua hal yang menghambat investasi harus dipangkas. Di antaranya yaitu perizinan yang lambat, berbelit-belit hingga terdapat pungutan liar atau pungli di dalamnya.
Jokowi pun berjanji akan melakukan cek langsung ke lapangan. "Yang ada pungli-nya, akan saya kejar akan saya kontrol akan saya cek, dan akan saya hajar kalau diperlukan. Tidak ada lagi hambatan investasi karena ini adalah kunci pembukaan lapangan kerja yang seluas-seluasnya," katanya.
Empat hari berselang, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung selama 17 sampai 18 Juli 2019 telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 5,75 persen. Penurunan dilakukan setelah suku bunga acuan bertahap 6 persen selama 8 bulan, 15 November 2018.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga acuan ini akhirnya dilakukan karena mempertimbangkan dua hal penting yakni laju inflasi yang terjaga dan momentum mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. "Kami berkesimpulan ketegangan dagang yang berlanjut terus menekan perdagangan dunia dan memperlambat ekonomi global," kata dia, Kamis, 18 Juli 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons positif kebijakan Bank Indonesia ini. Ia berharap penurunan suku bunga acuan bisa memacu pertumbuhan investasi yang sempat melemah hingga akhir 2018. Sri mengatakan suku bunga acuan pada tahun lalu memang sempat memberi tekanan pada investasi.
“Kenaikan suku bunga memang kemudian, suka tidak suka, muncul dampaknya pada investasi. Kalau kita lihat, investasi agak melemah pada akhir tahun, yang waktu itu sudah mendekati 7 persen,” kata Sri saat ditemui usai menghadiri rapat bersama Badan Anggaran DPR RI di Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 22 Juli 2019.
Hingga semester pertama 2019 ini, Kementerian Keuangan telah mendapati realisasi investasi tumbuh sekitar 5 persen dibandingkan semester pertama 2018. Karena itu, Sri Mulyani berharap angka ini terus tumbuh hingga di atas 6 persen. Optimisme ini muncul karena Perry juga telah memberi peluang penurunan kembali suku bunga acuan ke depannya.
Meski demikian, angka 5 persen ini sebenarnya lebih rendah dari capaian tahun lalu. Pada Semester pertama 2018, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sebenarnya mencapai Rp 361,6 triliun, bisa hingga tumbuh 7,4 persen dari periode sama tahun lalu. Tapi kemudian, pertumbuhan ini melambat di akhir tahun 2018 seiring dengan bertahannya suku bunga acuan di level 6 persen.
Sampai akhir tahun, realisasi investasi hanya mencapai Rp 721,3 triliun, 94 persen dari target. Selain itu, angka ini hanya tumbuh 4,1 persen dibandingkan 2017. "Langsung kelihatan dari data bahwa untuk tahun fiskal 2018 kita tidak berhasil mencapai target," ujar Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong di Gedung BKPM, Jakarta, Rabu, 30 Januari 2019.