TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pembina Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Sigit Prabowo mengatakan, harga landed cost negara-negara eksportir daging ayam sangat murah dibandingkan Indonesia. Landed cost ayam impor itu hanya sekitar 50-60 persen dari biaya produksi di tingkat integrated maupun peternak mandiri di Indonesia.
"Jadi menurut saya harus ada gerakan efisiensi nasional dari bahan baku pakan, harga pakan, harga indukan doc PS, harga doc FS, perkandangan dan efisiensi sistem tataniaga," kata Sigit saat dihubungi Tempo, Selasa, 23 Juli 2019.
Adapun Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti melihat hal yang diungkapkan Sigit merupakan sisi hulu industri peternakan unggas. "Saya concern di harga yang merupakan cerminan supply dan demand, walau pastinya banyak faktor yang mempengaruhinya. Efisiensi terjadi, maka dampaknya harga akan bersaing," kata dia.
Sebelumnya, Sigit Prabowo menyatakan, potensi masuknya impor ayam ras dari negara lain tak bisa dihindari menyusul kekalahan Indonesia atas gugatan yang diajukan Brasil di WTO. Melihat hal ini, Sigit menilai perlu ada kerja bersama antara industri dan peternak mandiri untuk membangun gerakan efisiensi nasional.
“Indonesia jelas sudah dua kali kalah di WTO, secara otomatis kita tidak bisa menghindari keputusan itu. Mau tidak mau ayam impor bisa masuk dan bersaing secara kompetitif,” ujar Sigit seperti dilansir Bisnis, Senin 22 Juli 2019.
Sigit menyebutkan harga jagung sebagai bahan baku pakan merupakan salah satu faktor utama yang mengakibatkan produksi ayam ras dalam negeri tak bisa seefisien ayam impor. Hal ini diikuti pula dengan harga bibit ayam alias day old chick yang juga mahal.
“Persaingan dengan ayam impor ini nantinya yang bisa menghadapi adalah yang besar. Mereka punya pabrik pakan sendiri, breeding sendiri. Jadi tanpa mencari untung di penjualan broiler atau livebird mereka sudah untung di pakan,” Sigit menambahkan.
HENDARTYO HANGGI | BISNIS