TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Luhut Binsar Pandjaitan menilai pemerintah tak perlu buru-buru menggandeng maskapai asing masuk ke pasar dalam negeri. Ketimbang mengobral ruang udara untuk asing, Luhut menyarankan pemerintah fokus mempertahankan maskapai yang ada.
“Maskapai asing (yang membuka badan usaha di Indonesia) kan sudah ada, yaitu AirAsia. Kita kasih saja dulu ke AirAsia. Ngapain buru-buru,” ujar Luhut di kantornya, Kemenko Maritim, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2019.
Wacana mengundang maskapai asing masuk ke Indonesia sebelumnya dilontarkan Presiden Joko Widodo. Jokowi mengatakan, mengundang operator penerbangan asing masuk bursa maskapai dalam negeri merupakan salah satu cara yang tepat untuk menurunkan harga tiket pesawat. Sebab, dengan begitu, maskapai akan berkompetisi.
Luhut memperkirakan, sampai saat ini belum ada satu pun maskapai asing yang berniat membuka badan usaha di Indonesia. Pendapat Luhut senada dengan keterangan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana Banguningsih Pramesti pada pertengahan Juni lalu.
Polana mengatakan maskapai asing belum tertarik masuk lantaran persyaratan yang ditetapkan pemerintah Indonesia tergolong terlampau sulit. Ia menjelaskan, masuknya badan usaha penerbangan dalam negeri ke Indonesia ini dilandasi beberapa aturan. Di antaranya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Minimal Modal.
Dalam beleid itu, maskapai asing yang masuk ke Indonesia dan bakal membuka penerbangan rute domestik mesti membuat badan usaha dalam negeri. Maskapai tersebut berlaku seperti investor asing yang menanamkan modal. Selain itu, regulasi tentang maskapai asing juga diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Indonesia telah menandatangani kesepakatan internasional itu bersama sejumlah negara di dunia.
Berdasarkan aturan tersebut, komposisi kepemilikan saham pun mayoritas mesti dimiliki Indonesia. Nilainya maksimal 49 persen asing dan minimal 51 persen Indonesia.
Selain itu, maskapai asing yang membuka badan usaha di dalam negeri harus mengoperasikan 10 pesawat untuk angkutan niaga berjadwal. "Lima pesawat dimiliki sendiri dan lima pesawat lainnya adalah pesawat leasing," ucap Polana kepada Tempo.
Baca berita tentang Luhut lainnya di Tempo.co.