TEMPO.CO, Pangkalpinang - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah mulai memproses pencabutan 49 Izin Usaha Pertambangan (IUP) timah. Pencabutan IUP dilakukan karena izin tambang yang sempat dikeluarkan itu tidak masuk kategori Clear And Clean (CNC).
Baca juga: Luhut: Revisi UU Minerba Tetap Jalan
"Sedang proses. Pencabutannya tidak bisa dilakukan serta merta begitu saja. Kita juga melakukan evaluasi. Sebetulnya kalau memang sudah habis masanya, tidak perlu dicabut karena otomatis tidak berlaku dan tidak akan diperpanjang," ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung Rusbani kepada Tempo, Senin, 17 Juni 2019.
Menurut Rusbani, upaya penindakan dengan mencabut 49 IUP tersebut dilakukan karena sesuai aturan, status IUP yang dieksplorasi dan dieksploitasi harus CNC. "Aturannya sudah sejak 2014 lalu. Ini pusat yang mengeluarkan. Kita hanya mengikuti saja apa yang menjadi kebijakan pusat karena mereka yang buat aturan pertambangan," ujar dia.
Terkait adanya aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung, kata Rusbani, sebetulnya tidak ada larangan karena sudah ada ketentuan yang mengatur dan harus dipenuhi. "Kalau di hutan lindung, kita harus underground kalau mau ditambang. Tapi penambangan underground di Bangka Belitung susah dilakukan karena sumber daya timah yang ada bukan timah primer. Struktur batuan kita juga bukan masif seperti daerah lain," ujar dia.
Rusbani menuturkan, jika sistem penambangan underground dipaksakan, maka akan terjadi sangat berbahaya karena timah di Bangka Belitung masih di lapisan aluvial."Memang ada timah primer di kawasan Pemali. Tapi itu sifatnya open pit. Jadi tidak ada larangan menambang di hutan lindung kalau underground," ujar dia.
Artinya, kata Rusbani, sistem pertambangan underground dipastikan belum bisa diterapkan di Bangka Belitung karena secara geologi tidak memadai. "Kebetulan saya paham soal ekplorasi dan ekploitasi. Memang untuk itu (pertambangan underground) belum memungkinkan," ujar dia.
SERVIO MARANDA