TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Ardiansyah Parman mengatakan pihaknya menerima 292 aduan tahun ini dan kebanyakan berasal dari sektor properti. Aduan itu terhitung dari 1 Januari hingga 18 April 2019.
Baca: LRT Dibangun, Harga Properti di Bogor Bisa Naik 10 Persen
"Paling banyak aduan di sektor perumahan atau properti," kata Ardiansyah saat ditemui di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta, Sabtu, 21 April 2019.
Hal itu Ardiansyah sampaikan saat peluncuran buku Klausula Baku : Paradoks Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen karya David M.L. Tobing. Adapun pengaduan sektor perlindungan konsumen bidang perumahan atau apartemen tercatat 259. Angka itu setara dengan 89 dari total pengaduan.
Pokok permasalahan di bidang itu yaitu permintaan refund uang muka konsumen, karena tidak adanya pembangunan oleh developer. Permasalahan kedua, konsumen belum menerima hak milik unit rumah. Selanjutnya, konsumen belum menerima sertifikat hak milik atas satuan rumah susun dan belum terbentuknya P3SRS.
Pemasalahan lainnya di sektor properti, yaitu belum serah terima dan belum akad jual beli. Selain itu ada masalah kualitas fasilitas sosial dan fasilitas umum apartemen yang tidak layak. Ada juga keterlambatan penyelesaian pembangunan apartemen dan lambatnya penyelesaian pembangunan perumahan.
Pada bidang pembiayaan konsumen atau finance, BPKN menerima 6 aduan. Pada sektor pembiayaan, permasalahan biasanya karena penarikan secara paksa kendaraan konsumen oleh debt collector.
Baca: Cari Rumah? Ini Empat Lokasi Favorit di Sekitar Jakarta
Pengaduan terbanyak ketiga, yaitu pada bidang e-commerce. BPKN mencatat terdapat 4 aduan di bidang itu. "Biasanya karena pengiriman produk yang tidak sesuai dengan pesanan konsumen," ujar Ardiansyah. Masalah berikutnya, karena refund atau pengembalian uang yang belum dibayarkan oleh pihak pelaku usaha.
Simak berita terkait properti lainnya di Tempo.co.