TEMPO.CO, Jakarta - Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Triana Gunawan menyoroti naiknya angka rasio Gini di Jawa Barat. “Perkembangan rasio Gini provinsi Jawa Barat ustru meningkat. Di tahun 2017 sebesar 0,393, dan di tahun 2018 jadi 0,0405,” kata dia di sela pengukuhgan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) Jawa Barat di Bandung, Rabu, 10 April 2019.
Triana mengatakan, naiknya angka rasio Gini yang menjadi indikator kesenjangan ekonomi warga, berbanding terbalik dengan perkembangan positif sejumlah indikator pertumbuhan lainnya. “Kalau kita lihat, perbankan di Jawa Barat tumbuh 5,23 persen. Kalau dilihat dari kredit tahun lalu juga meningkat 176 persen,” kata dia.
Indikator makro, kata Triana, juga menunjukkan perbaikan. Di antaranya angka kemiskinan dan pengangguran yang turun.
“Terdapat ke tidak terhubungan antara peningkatan industri jasa keuangan dengan penurunan angka rasio Gini. Berarti masih ada hal-hal yang perlu dikerjakan dalam meningkatkan perekonomian rakyat hingga pendapatan rakyat semakin baik, dan angka gini rasio membaik, artinya ketimpangan menurun,” kata Triana.
Triana mengatakan, lembaganya mendorong percepatan akses keuangan daerah, dengan indikatornya tingkat inklusi sektor jasa keuangan. “Secara nasional tingkat inklusi sekitar 68 persen. Tingkat inklusi ini menunjukkan seberapa banyak penduduk yang menikmati layanan dan produk industri jasa keuangan. Yang belum tersentuh kita lihat lebih banyak di desa-desa,” kata dia.
Asisten Perekonomian Dan Pembangunan, Sekretariat Daerah Jawa Barat, Eddy Iskandar Muda Nasution membenarkan naiknya angka rasio Gini Jawa Barat. “Rasio Gini kita tinggi sementara laju pertumbuhan ekonomi kita naik. Idealnya dengan laju pertumbuhan ekonomi naik, rasio Gini turun. Tapi ini tidak. Artinya mereka yang berada di level garis kemiskinan ini masih ada, sementara yang naik yang ada di atasnya,” kata dia di kesempatan yang sama.
Baca: Rasio Gini Masih Tinggi, JK: Negara Lain Juga Menghadapinya
Eddy mengklaim, pemerintah Jawa Barat sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk menekan angka gini rasio tersebut. Di antaranya dengan sejumlah program yang menyasar pada warga pedesaaan seperti One Village One Product, One Pesantren One Product, termasuk program Desa Digital.
Sementara kesenjangan yang terjadi di perkotaan disasar dengan strategi pembiayaan kredit lunak lewat program Kredit Mesra, Kredit Masyarakat Sejahtera. “Program itu untuk mendorong (masyarakat) yang di bawah tadi. Meskipun (kesenjangan) ada juga di perkotaan, bukan hanya di desa Kalau di kota lain lagi sentuhannya, yaitu dengan Kredit Mesra supaya jangan terbelit hutang dengan rentenir,” kata Eddy.
AHMAD FIKRI