TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angka rasio gini turun pada September 2018 menjadi 0,384. Rasio gini adalah salah satu indiktor yang menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk.
Baca: Rasio Gini Masih Tinggi, JK: Negara Lain Juga Menghadapinya
"Angka ini menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan rasio gini per Maret 2018 yang mencapai sebesar 0,389 poin," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 15 Januari 2019.
Jika dibandingkan secara tahunan atau per September 2017 yang sebesar 0,391 tercatat juga mengalami penurunan sebesar 0,007 poin. Meski cenderung landai, sejak September 2014 angka rasio gini terus mencatatkan penurunan.
Jika dibagi menjadi kota dan daerah angka rasio gini juga cenderung menurun. Tercatat angka rasio gini turun di daerah perkoraan turun menjadi 0,391 jika dibandingkan Maret 2018 yang mencapai 0,401 poin. Sementara itu, rasio dini di perdesaan pada September 2018 juga tercatat turun menjadi 0,319 dari sebelumnya diangka 0,324 pada Maret 2018.
Suhariyanto juga menjelaskan selain menggunakan rasio gini, BPS menggunakan ukuran lain untuk mengukur tingkat ketimpangan pengeluaran. Dalam hal ini BPS menggunakan data kelompok penduduk 40 persen terbawah atau disebut juga dengan ukuran Bank Dunia.
Dalam ukuran Bank Dunia ini, tingkat ketimpangan disebut tinggi jika persentase pengeluaran penduduk 40 persen terbawah angkanya berada di bawah 12 persen. Disebut sedang jika pengeluaran angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika berada di atas level 17 persen.
Dengan menggunakan kerangka itu, BPS menghitung bahwa per September 2018, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah berada di angka 17,47 persen. Angka ini tercatat naik jika dibandingkan pada Maret 2018 yang mencapai 17,29 persen dan September 2017 yang mencapai 17,22 persen. "Ini menjukkan bahwa secara nasional terjadi perbaikan tingkat ketimpangan," tutur Suhariyadi.