TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang hari pencoblosan pilpres atau pemilihan presiden pada 17 April 2019 mendatang, pemerintah menduga jumlah hoax, kabar bohong, berita palsu dan ujaran kebencian bakal terus melonjak. "Akan terus meningkat menjelang hari pencoblosan 17 April 2019," Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu dalam siaran pers, Senin, 1 April 2019.
Baca: Pilpres 2019 Dianggap Peluang Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Dugaan itu diperkuat dengan peningkatan jumlah temuan konten hoax yang beredar di masyarakat dari bulan ke bulan. Pada mulanya, di Agustus 2018, Tim AIS Subdirektorat Pengendalian Konten Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo hanya menemukan 25 informasi hoaks beredar.
Angka itu terus naik. Pada September 2018, Kominfo menemukan 27 hoax. Sementara, di Oktober dan November 2018 masing-masing di angka 53 dan 63 hoax. Pada bulan Desember 2018, jumlah jumlah hoax terus naik di angka 75 konten.
Ferdinandus mengatakan peningkatan jumlah konten hoax sangat signifikan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2019. Pada Januari, Kominfo memverifikasi ada 175 konten hoax. Jumlah temuan itu naik dua kali lipat di Februari 2019 menjadi 353 konten hoax. Angka tersebut terus menanjak menjadi 453 hoax selama Maret 2019.
Sebanyak 130 konten dari temuan bulan Maret itu, di antaranya adakah hoax politik. Dengan temuan selama Maret 2019, total jumlah hoax yang ditemukenali oleh Kominfo menjadi 1.224 hoax pada periode Agustus 2018 sampai dengan Maret 2019. Adapun total hoax politik yang diidentifikasi dan diverifikasi oleh Kominfo menjadi 311 hoax.
"Hoax politik antara lain berupa kabar bohong yang menyerang pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu," kata Ferdinandus.
Selain isu politik, Ferdinandus mengatakan hoax selama bulan Maret juga menyasar isu kesehatan, pemerintahan, hingga hoax berisikan fitnah terhadap individu tertentu. Di samping itu, ditemukan juga hoax terkait kejahatan, isu agama, internasional, mengarah ke penipuan dan perdagangan serta isu pendidikan.
Tim AIS Kemkominfo dibentuk oleh Menteri Kominfo Rudiantara pada Januari 2018 untuk melakukan pengaisan, verifikasi dan validasi terhadap seluruh konten internet yang beredar di dunia maya. Konten itu mencakup hoax, terorisme dan radikalisme, pornografi, perjudian, maupun konten negatif lainnya. Saat ini Tim AIS berjumlah seratus orang dan didukung oleh mesin AIS yang bekerja 24 jam, serta tujuh hari sepekan tanpa henti.
Baca: JK Jamin Pilpres Aman, Pengusaha Tak Perlu Tinggalkan Indonesia
"Kami mengimbau warganet yang menerima informasi elektronik yang patut diduga diragukan kebenarannya dapat menyampaikan kepada kanal pengaduan konten Kominfo," kata Ferdinandus.
Simak berita lainnya terkait pilpres di Tempo.co.