Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan Indonesia belum bisa mengajukan gugatan terhadap European Union's Delegation Act ke World Trade Organization (WHO). Lewat Delegation Act ini, negara-negara Uni Eropa berencana untuk melarang minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel.
BACA: Jika UE Larang Sawit untuk Biofuel, Apa Langkah Pemerintah?
Menurut Darmin, gugatan ke WTO baru bisa diajukan jika aturan tersebut benar-benar sudah disepakati oleh Parlemen Uni Eropa. "Kalau belum ada, nanti kita ditanya, apa yang mau digugat," kata dia usai Darmin dalam konferensi pers usai rapat koordinasi bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Kementerian Perdagangan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 18 Maret 2019.
Jika disetujui Parlemen Uni Eropa, larangan ini sebenarnya baru akan berlaku pada 2030. Lewat aturan ini, sawit tidak bisa menjadi bahan baku biofuel lantaran dianggap memiliki risiko tinggi dan berkontribusi pada deforestasi. Tapi Darmin menyebut bahwa yang dipersoalkan Indonesia bukanlah soal larangan itu, tapi justru sikap diskriminasi dari Uni Eropa. "Karena ini sejak awal memang diarahkan untuk kelapa sawit," kata Darmin.
Tapi jauh-jauh hari, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend sudah menegaskan bahwa Uni Eropa sama sekali tidak akan bertindak diskriminatif, terutama terhadap sawit Indonesia. Selama ini, standar perkebunan keberlanjutan juga diberlakukan pada sumber bahan biofuel lainnya sepert jagung, hingga kedelai. "Jadi tidak hanya sawit saja," ujar Vincent pada 15 Juni 2018.
BACA: Kebakaran Lahan di Riau Akibat Sawit? Darmin: Tak Usah Dikaitkan
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo, mengatakan, pihaknya masih mengkaji secara lebih dalam rancangan aturan dari Uni Eropa ini. Lalu, kementerian akan mencocokkannya dengan regulasi WTO. "Kami juga akan berjuang lewat perundingan EU-CEPA yang sedang berlangsung," ujar dia.
Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang mengatakan, sejumlah aspek dalam aturan Uni Eropa ini telah mendiskriminasi minyak sawit Indonesia. Isu deforestasi yang sering digaungkan Uni Eropa, kata dia, adalah sama buktinya. "Sejak 2018, penambahan lahan sawit hanya 700 ribu hektare, minyak kedelai 3 juta lebih, tapi justru minyak kedelai yang dianggap beresiko lebih rendah ketimbang sawit," ujarnya.