TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso menyatakan OJK siap digugat jika terbukti abai melindungi konsumen financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol). Terutama setelah meninggalnya seorang sopir taksi yang diduga terjerat bunga utang pinjol yang melejit.
Baca juga: LBH : OJK Bisa Digugat karena Abai Mengatur Pinjaman Online
"Silakan saja, tapi memang faktanya demikian," kata Wimboh ditemui di kompleks Bank Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa 19 Februari 2019.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan OJK bisa digugat karena abai melindungi konsumen jasa keuangan menyusul jatuhnya korban jiwa. Hal tersebut disampaikan pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silivia Sari Sirait saat merilis hasil investigasi awal terkait meninggalnya Zulfadli, sopir taksi akibat dililit hutang dari layanan pinjaman online.
Wimboh menjelaskan selama ini OJK telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Mulai dari sisi perizinan, penetapan status legal dan ilegal hingga sisi edukasi layanan keuangan untuk menambah literasi publik terhadap jasa keuangan sehingga bisa membentengi konsumen.
Selain itu, selama ini OJK, melalui Satuan Tugas Waspada Investasi telah mendata penyedia layanan pinjaman online yang legal. OJK bahkan juga telah memblokir penyedia jasa yang tidak terdaftar atau berizin dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Menurut Wimboh, jika mengacu pada fintech terdaftar maka mereka telah memiliki komitmen bersama untuk tak melanggar aturan. Misalnya, penyedia layanan harus transparan, peduli terhadap market conduct serta tidak boleh melakukan abuse kepada nasabah. Seperti, pengenaan denda yang mencekik nasabah.
"Kalau tidak terdaftar siapapun tidak mengerti komitmennya. Karenanya, sebaiknya masyarakat jika ingin memanfaatkan layanan fintech pilih yang terdaftar, kalau tidak terdaftar masyarakat pinjam ya urusannya sendiri-sendiri," kata Ketua Dewan Komisioner OJK tersebut.