TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Budi Harto mengatakan untuk mengurai kemacetan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi atau Jabodebek dibutuhkan pembangunan rel Light Rail Transit (LRT) sepanjang 200 kilometer.
Simak: Tiket LRT Jabodebek Rp 12.000, Pengamat: Sebaiknya Rp 10.000
"Idealnya memang dibutuhkan jalur rel sepanjang 200 kilometer terutama untuk mengurai kemacetan di Jabodebek," kata Budi Harto ditemui usai mengisi diskusi bertajuk diskusi "Mengulik LRT Jabodebek Lebih Dalam" di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan, Jumat 15 Februari 2019.
Kontraktor LRT Jabodebek, Adhi Karya menyatakan bahwa hingga 8 Februari 2019 progress pembangunan LRT Jabodebek sudah mencapai 58,3 persen. Jika dirinci, untuk lintas Cawang-Cibubur tercatat mencapai 78,5 persen. Kemudian lintas kedua pada Cawang-Kuningan- Dukuh Atas yang telah mencapai 46, 1 persen. Yang terakhir, pada lintas Cawang-Bekasi Timur yang mencapai 52, 8 persen.
Sebelumnya, proyek LRT Jabodebek fase I sepanjang 44,5 kilometer itu dikabarkan bakal molor dari target. Proyek transportasi ini mulanya dijadwalkan sudah bisa dioperasikan secara komersial pada tahun 2019. Namun, kemudian rencana ini direvisi menjadi tahun 2021 pada bulan Maret.
Menurut Budi pembangunan rel sepanjang 200 kilometer tersebut dibutuhkan dengan mempertimbangkan perkembangan pesat wilayah DKI Jakarta. Selain itu, kebutuhkan rel tersebut juga didasarkan atas pesatnya perkembangan kota-kota penyangga DKI Jakarta. Terutama dengan melihat, mobilitas orang dengan menggunakan transportasi pribadi yang semakin meningkat.
Kendati demikian, kada Budi, dari target itu Adhi Karya baru mampu membangun fase I yang mencapai 44,5 kilometer. Perusahaan pelat merah ini menargetkan bakal membangun LRT sepanjang 82 kilometer.
Budi juga menuturkan, kebutuhan akan transportasi massal seperti LRT ini juga mendesak. Sebab, jika tak segera dibangun kerugian akibat kemacetan dan bertambahnya subsidi BBM akan terus meningkat setiap tahunya.
"Jika terus menggunakan kendaraan pribadi kerugian pembakaran BBM selama kemacetan sepanjang tahun bisa mencapai Rp30 triliun. Padahal jika berinvestasi pada LRT hanya sekitar Rp 27 triliun, dengan total angkutan 500 ribu per hari,” katanya.
Adapun, Budi juga mengatakan dirinya memahami bahwa proses investasi pada LRT tidak mudah. Sebab, memerlukan banyak kajian yang harus dipertimbangkan dan juga desain yang menyesuaikan perkembangan wilayah.