Kasus pinjaman online terus menghangat setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menyebut adanya sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh penyedia jasa financial technology (fintech) pinjaman online atau peer to peer landing. Pelanggaran tersebut bukan hanya dilakukan oleh perusahaan yang tidak terdaftar, bahkan perusahaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melakukan itu.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jeanny Silvia Sari menyebutkan salah satu persoalan yang diadukan adalah penagihan dilakukan bukan hanya ke peminjam, namun ke kontak milik peminjam. Penyebaran data pribadi juga dilakukan, yang mengakibatkan peminjam mengalami ancaman, fitnah, penipuan, dan pelecehan seksual. Penyebaran foto dan informasi pinjaman disebar oleh penagih ke seluruh kontak milik peminjam.
Selain itu, kata Jeanny, kontak dan lokasi kantor penyelenggara pinjaman online tidak jelas. "Aplikasi berganti nama tanpa pemberitahuan kepada peminjam, sedangkan bunga pinjaman terus berkembang," ujar dia.
Hanya saja, ihwal persoalan itu Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menyatakan lembaganya belum menerima data pelanggaran penyelenggara fintech pendanaan online dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Sehingga, kata dia, pengaduan yang masuk melalui LBH Jakarta hingga kini masih belum bisa dituntaskan.
"AFPI sudah beberapa kali berkomunikasi untuk menyelesaikan pengaduan nasabah ini, tapi pihak LBH Jakarta belum juga memberikan data dari pengaduan yang dimaksud," ujarnya. Menurut dia, Otoritas Jasa keuangan juga telah meminta detail pengaduan konsumen tersebut namun hingga kini LBH Jakarta belum memberikannya.