TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Pusat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia mengadu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai tunggakan penggunaan obat BPJS Kesehatan.
Baca juga: Wapres Jusuf Kalla Dorong BPJS Kesehatan Berpromosi
Ketua Umum GP Farmasi Indonesia Tirto Kusnadi mengatakan tunggakan yang belum dibayar rumah sakit mencapai Rp 3,6 triliun. "Cukup lama utangnya. Ada yang 60 hari, 90 hari, ada juga yang sudah sampai 120 hari belum terbayar," kata dia usai bertemu JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 30 Januari 2019.
Tirto mengatakan nilai tersebut cukup besar. Keterlambatan pembayaran dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri.
Menurut dia, salah satu pemicu tunggakan ini ialah status industri farmasi sebagai sub kontraktor dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Perusahaan mensuplai obat ke rumah sakit sehingga obat tidak langsung dibayarkan BPJS Kesehatan.
Tirto mengatakan dana yang dikucurkan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit tak dipakai untuk membayar lunas utang-utang obat. Menurut dia, rumah sakit pasti memilih mendahulukan membayar gaji pegawai dan kebutuhan mendesak seperti bahan makanan untuk pasien.
"Seperti kemarin, bantuan Rp 10 triliun itu paling kira-kira hanya 6-10 persen yang terbayar ke farmasi," kata dia.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres, Bambang Widianto, mengatakan kedudukan industri farmasi itu menyulitkan mereka menuntut hak ketika terjadi keterlambatan pembayaran.
Namun pemerintah juga tak bisa serta merta mengubah status tersebut. Obat yang diberikan rumah sakit kepada pasien merupakan resep dokter. "Yang tahu penggunaan obatnya siapa? Kan dokter yang tahu. Jadi ya rumah sakitnya memang begitu," kata Bambang.
Bambang membenarkan tunggakan BPJS Kesehatan saat ini cukup besar. "Ini baru dibayar Rp 300 miliar dari sekitar Rp 3 triliun. Jadi baru 10 persen," katanya.
Dalam pertemuan itu Jusuf Kalla menanggapi keluhan GP Farmasi dengan memberi penjelasan bahwa pemerintah tengah mencarikan bantuan keuangan untuk BPJS Kesehatan. Tahun lalu pemerintah sudah mengucurkan Rp 10,5 triliun untuk menutup defisit lembaga tersebut.