TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah mengelola utang dengan sangat hati-hati. Kendati, utang Indonesia pada akhir Desember 2018 mencapai Rp 4.418,3 triliun. "Indonesia punya debt to GDP ratio 30 persen dan dengan defisit yang makin mengecil," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2019.
Baca: Sri Mulyani Sebut Saran IMF Kurangi Utang Tak Relevan dengan RI
Di samping itu, Sri Mulyani mengatakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia masih di bawah 60 persen. Angka tersebut adalah batas yang tertera di peraturan maupun perjanjian internasional. Menurut dia, banyak negara lain yang memiliki rasio utang setinggi itu, baik negara maju maupun negara berkembang. "Banyak negara maju punya utang lebih banyak, begitu pula dengan negara-negara emerging."
Dengan kondisi tersebut, Sri Mulyani menegaskan pemerintah berhasil mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, keuangan negara, dan utang secara hati-hati. Di samping, ia mengingatkan agar APBN itu dilihat secara keseluruhan, bukan hanya sisi utangnya saja.
Dalam Dokumen APBN Kita Edisi Januari 2019 dipaparkan posisi utang pemerintah pusat per akhir Desember 2018 mencapai Rp 4.418,3 triliun. Angka tersebut naik 10,6 persen dibanding akhir Desember 2017 sebesar Rp 3.995,25 triliun.
Mayoritas utang pemerintah pusat itu berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan disusul oleh pinjaman. SBN hingga akhir 2018 mencapai Rp 3.612,69 triliun, lebih tinggi ketimbang akhir 2017 sebesar Rp 3.248,93 triliun.
Utang pemerintah pusat dari SBN berdenominasi rupiah pada tahun 2018 mengambil porsi terbesar yakni Rp 2.601,63 triliun ketimbang denominasi valas sebesar Rp 1.011,05 triliun. Sementara SBN berdenominasi rupiah dan valas di 2017 masing-masing mencapai Rp 2.341,10 triliun dan Rp 907,83 triliun.
Sementara pinjaman pemerintah pusat per akhir 2018 mencapai Rp 805,62 triliun atau melampaui akhir 2017 sebesar Rp 740,54 triliun. Utang pemerintah pusat sepanjang 2018 didominasi oleh pinjaman dari luar negeri sebesar Rp 799,04 triliun, lebih tinggi daripada 2017 sebesar Rp 314,46 triliun.
Adapun pinjaman pemerintah pusat dari dalam negeri pada 2018 mencapai Rp 6,57 triliun. Angka tersebut jauh di bawah posisi tahun 2017 sebesar Rp 3.193,04 triliun.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan utang pemerintah yang kini mencapai Rp 4.418,3 triliun masih dalam batasan normal. "Kami masih dalam range, yang menurut ukuran dunia itu, istilahnya mungkin lebih pas masih dalam range normal," katanya.
Menurut Darmin, utang pemerintah secara prinsip masih sehat. Alasannya utang ini pemerintah gunakan kegiatan yang produktif, bukan konsumtif. Selain itu, kata dia, pemerintah tidak sembarangan berutang alias telah ada hitung-hitungan sebelumnya.
Simak berita tentang Sri Mulyani hanya di Tempo.co
CAESAR AKBAR | AHMAD FAIZ