TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman Zainal mengatakan utang luar negeri Indonesia pada akhir November 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir November 2018 tercatat US$ 372,9 miliar yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 183,5 miliar, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 189,3 miliar.
Baca juga: Utang Luar Negeri Sudah Lampu Kuning, Ini Gambaran dan Dampaknya
Posisi utang luar negeri tersebut, kata dia, meningkat US$ 12,3 miliar dibandingkan posisi pada akhir bulan sebelumnya. "Hal itu karena faktor neto transaksi penarikan ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam rupiah yang dimiliki oleh investor asing tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS," kata Agusman dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 Januari 2019.
Secara tahunan, kata dia, utang luar negeri Indonesia pada akhir November 2018 tumbuh 7,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 5,3 persen (yoy). Peningkatan pertumbuhan utang luar negeri tersebut bersumber baik dari pertumbuhan ULN pemerintah maupun ULN swasta.
Baca Juga:
Menurut Agusman, utang luar negeri pemerintah tumbuh meningkat pada November 2018. Posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir November 2018 sebesar US$ 180,5 miliar atau tumbuh 4,4 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 3,3 persen (yoy). Posisi utang luar negeri pemerintah tersebut meningkat US$ 5,1 miliar dibandingkan dengan posisi pada akhir bulan sebelumnya.
"Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh arus masuk dana investor asing di pasar SBN domestik selama November 2018," ujarnya.
Agusman mengatakan utang luar negeri swasta pada November 2018 juga meningkat. Posisi ULN swasta pada akhir November 2018 tumbuh 10,1 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,7 persen (yoy). Posisi ULN swasta pada akhir November 2018 tersebut bertambah US$ 7,1 miliar dari posisi pada akhir bulan sebelumnya, terutama didorong oleh neto pembelian surat utang korporasi oleh investor asing.
Utang luar negeri swasta tersebut sebagian besar dimiliki sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Agusman melihat pangsa utang luar negeri di keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 73,9 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pada bulan sebelumnya yang sebesar 72,9 persen.
Menurut Agusman, struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir November 2018 yang tetap stabil di kisaran 34 persen. "Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers," kata dia.
Di samping itu, kata Agusman, struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi utang luar negeri berjangka panjang yang memiliki pangsa 84,8 persen dari total utang luar negeri. Bank Indonesia dan Pemerintah terus berkoordinasi untuk memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian.