TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengkaji pemanfaatan limbah tailing dari kegiatan PT Freeport Indonesia. Inspektur Jenderal KLHK Ilyas Assad mengatakan limbah tersebut bisa diolah menjadi pelbagai produk yang bermanfaat bagi masyarakat.
BACA: Pendapatan Anjlok, Freeport Tak Bagi Dividen Hingga 2020
"Sekarang sudah dimanfaatkan juga tapi skalanya masih kecil, misalnya ada yang bikin jalan, jembatan, hingga batako," ujar Ilyas di KAHMI Center, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2019. Ia mengatakan pemerintah tengah mengkaji agar pemanfaatan itu dapat dilakukan untu skala yang lebih besar.
Untuk itu, ujar Ilyas, kajian yang dilakukan mesti memperhitungkan berbagai aspek, misalnya kemampuan wilayah. Artinya, mesti diperhitungkan pemanfaatan seperti apa yang bisa dilakukan di Papua. "Misalnya kalau jadi jalan itu berapa kilometer, kan jadi bagus, kami mendorong itu."
Ilyas mengatakan saat ini kajian pemanfaatan limbah tailing Freeport itu baru dalam tahap penyusunan. Dalam kajian itu, Ilyas menekankan eskalasi jumlah dan pengembangan wilayah menjadi fokus utama.
BACA:KLHK Jawab Tudingan Soal Kerusakan Limbah oleh Freeport
Harapannya, solusi yang dihasilkan dari kajian itu bisa mengatasi persoalan limbah yang selama ini membuntuti aktivitas pertambangan di Papua itu. Selama ini, ujar Ilyas, limbah yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan itu bisa mencapai 160 ribu ton per hari. Penanganan yang selama ini dilakukan adalah dengan membuangnya ke sungai.
"Tapi itu ada izinnya, sungai yang digunakan juga dungai di gunung yang terjal, bukan seperti sungai di sini," kata Ilyas.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan sempat mengumumkan hasil pemeriksaan penerapan kontrak karya PT Freeport Indonesia dari tahun 2013 hingga 2015. Salah satu temuannya adalah terkait pembuangan pasir sisa limbah alias tailing yang mengakibatkan kerusakan ekosistem.
Tapi untuk masalah ini, BPK menyebut Freeport sudah melakukan pembahasan bersama KLHK. "Freeport Indonesia telah membuat roadmap sebagai rencana aksi penyelesaian masalah tersebut dan membahasnya dengan KLHK," ujar Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan Rizal Djalil pada Rabu, 19 Desember 2019.
Tak hanya temuan ini, BPK sebenarnya pernah juga melaporkan hasil audit atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap penerapan kontrak karya Freeport Indonesia pada Maret 2018. Hasil audit yang dipublikasikan ini menunjukkan adanya kerusakan ekosistem akibat limbah PT Freeport Indonesia di Papua senilai Rp 185 triliun.
Namun, Rizal menyebut BPK masih akan memonitor tindakan dari Kementerian LHK terkait kerusakan Rp 185 triliun itu. "BPK akan memonitornya karena LHK adalah mitra BPK yang akan melakukan pemeriksaan," ujar Rizal.
Baca berita tentang Freeport lainnya di Tempo.co.
FAJAR PEBRIANTO