TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum akhirnya resmi menguasai 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia. Negosiasi saham Freeport ini termasuk dalam peristiwa besar Kaleidoskop 2018.
Baca: Kaleidoskop 2018, 10 Tokoh Ekonomi yang Warnai Indonesia
Kesepakatan itu diumumkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jumat, 21 Desember 2018 Aksi korporasi terjadi setelah pelunasan transaksi divestasi saham. Inalum mengeluarkan dana sebesar US$ 3,85 miliar atau Rp 55,8 triliun dengan kurs Rp 14.500. "Ini merupakan momen yang bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973. Kepemilikan mayoritas ini akan kita gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kata Jokowi.
Biaya akuisisi didapatkan setelah menerbitkan obligasi valuta asing senilai US$ 4 miliar atau Rp 58 triliun. Selain untuk pembayaran saham, sisa pendapatan dari obligasi digunakan untuk refinancing. Inalum menunjuk BNP Paribas, Citigroup, dan MUFG untuk menjadi koordinator underwriter penerbitan obligasi. Sementara itu CIMB, Maybank, SMBC Nikko, dan Standard Chatered Bank ditunjuk sebagai mitra underwriter.
Dengan rampungnya transaksi akusisi saham, Freeport Indonesia kini sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produksi. Jokowi mengatakan syarat lain untuk mendapatkan IUPK sudah diselesaikan. Adapun IUPK operasi produksi baru bisa didapatkan Freeport jika empat syaratnya telah dipenuhi.
Freeport Dijanjikan Izin Tambang Sementara
Syarat tersebut antara lain pelunasan transaksi divestasi 51 persen, kewajiban membangun smelter dalam lima tahun disepakati, kewajiban perubahan rezim kontrak karya ke IUPK disepakati, serta penerimaan negara harus lebih besar setelah perubahan rezim. "Untuk hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, yang berkaitan dengan smelter, semuanya juga telah terselesaikan dan sudah disepakati. Artinya semuanya sudah komplet dan tinggal bekerja saja," kata Jokowi.
CEO PT Freeport-McMorran Copper & Gold Inc., Richard Adkerson mengatakan akuisisi saham Freeport kepada Inalum sangat menguntungkan. Pasalnya perusahaan telah mendapatkan kepastian mengenai kelanjutan bisnisnya terkait kerja sama dengan Inalum hingga 2041. Diperkirakan dalam 2 tahun ke depan, produksi PTFI akan jauh menurun karena cadangan di tambang terbuka akan habis. Sehingga Richard mencanangkan adanya pengembangan operasi tambang.
Richard Adkerson mengatakan akan berinvestasi sebesar US$ 20 miliar untuk mengalihkan operasinya dari tambang terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah. Sejak 1990, Freeport menambang open pit. Setelah divestasi saham, Freeport akan mengoperasikan tambang dalam terbesar di dunia. "Ini investasi yang sangat besar. Kami akan berinvestasi sebesar US$ 20 miliar sampai 2041," kata Richard.
Inalum, Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto telah menandatangani sejumlah perjanjian sebagai kelanjutan dari Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement/HoA) terkait terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di Freeport Indonesia ke Inalum pada September 2018. Sejumlah perjanjian tersebut meliputi perjanjian divestasi Freeport Indonesia, perjanjian jual beli saham PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI), dan Perjanjian Pemegang Saham Freeport Indonesia.
Jumlah saham Freeport Indonesia yang dimiliki Inalum akan meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen. Pemerintah Daerah (Pemda) Papua akan memperoleh 10 persen dari 100 persen saham PTFI. Perubahan kepemilikan saham ini akan resmi terjadi setelah transaksi pembayaran sebesar US$ 3,85 miliar atau setara dengan Rp 56 triliun kepada FCX diselesaikan sebelum akhir 2018.
Setelah divestasi rampung, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium Budi Gunadi Sadikin mengumumkan perombakan jajaran komisaris dan direksi PT Freeport Indonesia. "Direksinya ada empat orang Indonesia dan dua orang non Indonesia," ujar dia di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Jumat, 21 Desember 2018.