TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menyampaikan bahwa Indonesia siap untuk menjalankan komitmen pertukaran informasi perpajakan yang tertuang dalam Automatic Exchange of Information (AEoI). Salah satu bentuk implementasinya adalah pembukaan data kekayaan milik Warga Negara Indonesia atau WNI oleh pemerintah Swiss.
Simak: Pengamat: WNI Simpan Dana di Swiss Tak Dilarang Asal Bayar Pajak
Menurut Hestu, informasi yang akan diterima pemerintah Indonesia dari Swiss, maupun negara lain yang menyetujui AEol, adalah data saldo rekening per akhir tahun dari WNI. "Data-data yang kami terima dari negara-negara mitra AEoI akan kami olah dan manfaatkan dalam rangka pengawasan kepatuhan wajib pajak," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 14 Desember 2018.
Jika seorang nasabah dari Indonesia telah melaporkan seluruh kekayaannya tersebut dalam SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) Tahunan, maka tidak ada masalah. Namun jika belum, maka wajib pajak ini diminta memperbaiki SPT-nya. "Lalu membayar pajak yang terutang yang belum dibayarkan," ujar Hestu.
Untuk diketahui, Swiss dan Indonesia adalah dua dari ratusan negara yang menyepakati komitmen ini. Data rekening milik nasabah Indonesia yang menyimpag uang di Swiss rencananya bakal dibuka pada September 2019. Indonesia pun tidak hanya akan menerima data, namun juga akan memberikan data rekening Warga Negara Asing (WNA) yang disimpan di Indonesia ke negara lainnya.
Meski begitu, Hestu menyebut Indonesia sebenarnya sudah memulai komitmen AEoI ini. Pada Juli 2018, kata dia, Indonesia sudah dinilai oleh Forum Global untuk Transparansi dan Pertukaran Informasi untuk Tujuan Pajak. "Indonesia sudah naik peringkat dari partially compliant menjadi largely compliant, itu mengindikasikan Indonesia sudah siap," ujarnya.
Kepala Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan pertukaran informasi data ini memang tidak menjamin secara langsung jika kekayaan tersebut akan langsung kembali ke Indonesia. Tapi, kata dia, akan ada jaminan informasi kekayaan tersebut diperoleh Direktorat Jenderal Pajak. "Sehingga kepatuhan meningkat," kata Bawono.
Sementara, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan keberadaan AEoI dan kepastian akan ada penambahan penerimaan pajak adalah dua hal yang berbeda. Komitmen pertukaran data di AEol, menurut dia merupakan payung hukum bagi kedua negara untuk bekerja sama. "Jadi kalau kapan bawa pulangnya? itu saya kira teknis, harus diidentifikasi lagi," tutur Prastowo.