TEMPO.CO, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menargetkan belanja modal (capital expenditure) hingga US$ 5,5 miliar pada tahun 2019 mendatang. Sebanyak 50 persen di antaranya akan digunakan untuk investasi di hulu.
Sektor hilir akan mendapat jatah 25 persen, termasuk di antaranya untuk ekspansi refinery. "Sedangkan sisanya yang 25 persen untuk pengembangan infrastruktur logistik," ujar Direktur Keuangan PT Pertamina Pahala Mansyuri, saat ditemui di Forum Energi Pertamina di Jakarta, Rabu 28 November 2018.
Baca: Pertamina Prediksi Konsumsi BBM Naik 4 Persen Selama Natal dan Tahun Baru
Pertamina masih akan berfokus pada pembangunan di sektor hulu. Hal ini tak terlepas dari masih tingginya angka impor migas nasional. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan sejak Januari hingga Desember 2018, neraca perdagangan Migas mengalami defisit hingga US$ 10,73 miliar.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan peningkatan produksi migas nasional memang menjadi pekerjaan rumah besar Pertamina. Namun Nicke hal ini dapat dibenahi dengan adanya tambahan 11 wilayah kerja (WK) Migas yang diterima Pertamina. Termasuk di antaranya adalah pengelolaan Blok Rokan.
"2021 dari Rokan kami harapkan bisa tingkatkan hingga 60 persen kontribusi hulu migas dari Pertamina. Dengan demikian bisa turunkan impor minyak mentah," kata Nicke.
Selain itu, Nicke juga mengatakan tambahan kapasitas juga bisa didapatkan dari enam kilang yang saat ini masih dalam tahap pembangunan. Keenam kilang itu terdiri dari empat proyekn Refinery Development Master Plan (RDMP) atau proyek pengembangan di kilang Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai, serta dua proyek Grass Root Refinery (GRR) atau pembangunan kilang baru, di Tuban dan Bontang.
Paling dekat, Nicke mengatakan adalah proyrk RDMP di Balikpapan. Kilang itu berkapasitas 350 ribu barel per hari. "Pertengahan bulan depan kita tandatangan engineering, procurement, and construction (EPC) kontrak dan mulai pekerjaan EPC tahun depan," kata Nicke.
Untuk kilang baru di Tuban, Nicke mengatakan per hari ini sudah proses perngurusan lahan. Bahkan Pertamina berencana membuat reklamasi dalam proyek yang bekerja sama dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft. Untuk kilang di Bontang, Pertamina baru akan menandatangani frame work agreement pada Desember besok.
Sedang untuk kilang Cilacap yang rencananya digarap bersama perusahaan Arab Saudi, Aramco, masih dalam tahap land clearing. Untuk kilang di Balongan, Nicke mengatakan Pertamina telah meneken kerja sama dengan perusahaan CPC dari Taiwan untuk pembangunan kilang. Kerja sama ini diteken saat agenda IMF di Bali bulan lalu.
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan untuk melaksanakan berbagai programnya, Pertamina akan membutuhkan dana besar. Langkah holding Migas adalah bentuk Kementerian BUMN untuk meningkatkan kemampuan keuangan Pertamina. "Pertamina dapat pengalihan saham penyertaan modal Rp 38 triliun dan dana segar sekitar Rp 17 triliun," kata Fajar.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan Pertamina terlihat cukup serius untuk menambah produksi mereka. Hal ini terlihat dari langkah Pertamina yang setuju untuk mengelola Wilayah Kerja-Wilayah kerja yang dilelang oleh pemerintah. "Ini jadi tanda positif pertamina melakukan ekpsorlasi lebih banyak lagi," kata Djoko.
Baca: Pertamina Tambah Layanan SPBU di Tol Trans Jawa
Apalagi, Pertamina juga memperkirakan permintaan energi terus meningkat. Dari sektor kelistrikan, diproyeksikan permintaan diprediksi meningkat 8,15 persen per tahun hingga 2030. Sementara pertumbuhan permintaan energi dari sektor transportasi diproyeksikan sekitar 3,43 persen per tahun.