TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Ketut Diarmita, bercerita soal polemik impor 100 ribu ton pakan jagung yang saat ini tengah mencuat. Menurut dia, kondisi ini tak lepas dari sistem ijon atau pembelian diawal berupa panjar yang dilakukan oleh perusahaan feedmill (produsen pakan).
Baca: Mentan Sebut Stok Jagung Dalam Negeri Dikuasai Perusahaan Besar
"Peternak saya kalah bersaing dengan yang ijon-ijon ini, karena begitu ditanam sudah dipanjar, jadi peternak saya beli dimana?" kata Ketut usai acara diskusi di Jakarta, Senin, 12 November 2018. Ini terjadi karena harga pembelian dari feedmill memang lebih tinggi dari harga beli oleh peternak unggas mandiri maupun Perum Bulog.
Selama ini, tidak ada batasan bagi feedmill untuk membeli berapapun banyaknya jagung dari petani. Sehingga, kata Ketut, jika saat ini dicek di lapangan, jagung-jagung produksi daei petani ini sudah dipanjar terlebih dahulu. "Itu nyata," kata dia.
Sebelumnya, rapat koordinasi terbatas dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, 2 November 2018. Dalam rapat itu, kementerian menyetujui usulan kuota impor 50 sampai 100 ribu ton jagung dari Kementerian Pertanian. Walau begitu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan hingga hari ini masih belum mengeluarkan persetujuan impor jagung. "Jadi kami masih menunggu," ujarnya di hari yang sama.
Empat hari pasca keputusan ini, Amran mengatakan impor jagung hanya untuk mengontrol harga agar stabil. Sebab, di pasaran, harga jagung telah menyentuh Rp 5 ribu per kilogram dan bisa menyulitkan para peternak.
Menurut dia, apabila harga jagung menurun, impor tak akan dilanjutkan. “Ini baru rencana impor jagung 50 ribu oleh Bulog. Itu pun pemerintah yang impor bukan dilepas. Kalau mungkin harga turun, enggak mungkin dikeluarin sebagai alat kontrol aja,” kata Amran di Kementerian Pertanian, Selasa, 6 November 2018.
Di sisi lain, kata Ketut, persoalan harga pakan jagung ini selalu menimbulkan dilema antara peternak unggas dan petani jagung. Jika harga jagung Rp 5000 lebih seperti saat ini, petani jagung senang tapi peternak menangis. Ketika harga lebih rendah seperti Rp 4000 ke bawah, peternak untung tetapi petani buntung.
Oleh sebab itu, pemerintah ingin menjaga harga jagung bisa bergerak di level Rp 4000 saja sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2018 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Caranya, kata dia, Perum Bulog perlu lebih banyak melakukan intervensi dengan menyerap jagung lokal.
Ketut ingin, harga pembelian jagung di petani oleh Bulog bisa sebanding dengan harga yang diberikan oleh feedmill. Jika saja Bulog bisa memiliki cadangan 200 ribu ton jagung, maka cadangan itu bisa digelontorkan saat harga jagung tengah naik seperti saat ini.
Karena upaya itu belum dilakukan, maka sampai saat ini, kata Ketut, Kementan terus menyerap sebanyak-banyaknya pakan jagung lokal yang tersedia dan menggelontorkan ke petani di sejumlah daerah yang membutuhkan.