TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah harus melakukan impor beras karena minimnya stok di dalam negeri. Dia mengatakan stok beras nasional tak aman tanpa impor beras. Hal ini merujuk pada data terbaru yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin, 22 Oktober 2018.
"Kalau tidak ada impor (beras), tewas," kata Darmin di kantornya, Senin, 22 Oktober 2018.
Baca Juga:
Menurut Darmin, pada 2013 lahan baku sawah seluas 7,75 juta hektare. Namun hasil pemotretan terakhir, lahan baku sawah menyusut hingga tinggal 7,1 juta hektare. Penyusutan terjadi karena banyaknya lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi rumah, jalan atau pabrik.
Data produksi beras nasional yang dilansir BPS adalah 32,4 juta ton. Sedangkan konsumsi beras nasional adalah 29,6 juta ton sehingga surplus 2,85 juta ton. "Tetapi kelebihan produksi sebesar itu jauh di bawah, kalau tadinya bisa 20 juta ton lebihnya, sekarang 2,85 juta ton, petani kita 4,5 juta keluarga, mereka pasti menyimpan, 5 kg atau 10 kg per keluarga," ujar Darmin
Sehingga suplai beras di pasar ini pun tersendat. Itu sebabnya sejak awal tahun, stok beras di Bulog rendah sehingga pemerintah pun memutuskan impor. Darmin mengatakan stok di Bulog tinggal 500 ribu ton. Menurut dia tidak pernah terjadi seperti itu, di mana angka tersebut terlalu rendah.
Saat ini, kata Darmin stok beras Bulog ada 2,4 juta ton yang terdiri dari beras impor 1,8 juta ton dan 600 ribu ton pembelian dalam negeri. "Kalau itu aman," ujar Darmin.
Dalam rapat di kantor JK siang tadi, BPS melaporkan hingga September 2018, data luas panen adalah sebesar 9,5 juta hektare. Hingga Desember 2018, luas panen diperkirakan menembus 10,9 juta hektare.
Adapun produksi Gabah Kering Giling (GKG) hingga September 2018 adalah 49,65 Juta ton dan 32,42 juta ton hingga Desember. BPS mencatat masih ada surplus beras sekitar 2,85 juta ton.