TEMPO.CO, Jakarta - Publikasi Investree.id menyebutkan terjadi lonjakan pemesanan produk investasi berupa surat utang saving bonds retail seri keempat atau SBR004 menjelang ditutupnya masa penawaran per hari ini, Kamis, 13 September 2018. Sejak dipasarkan secara online oleh 11 mitra distribusi pada 20 Agustus 2018 lalu hingga kemarin malam pukul 19.00, tercatat nilai pemesanan investor ritel atas SBR004 itu mencapai Rp 7,04 triliun.
Baca: Sasar Milenial, Surat Utang SBR004 Bisa Dibeli Mulai Rp 1 Juta
Nilai pemesanan ini melonjak tajam dibandingkan dengan seri sebelumnya yang juga diterbitkan tahun ini, yakni SBR003 pada Mei 2018 yang hanya Rp 1,93 triliun. Penjualan seri SBR004 ini juga sudah melampaui penjualan seri SBR tertinggi, yakni SBR002 pada 2016 yang senilai Rp 3,93 triliun.
Instrumen SBR004 ini menawarkan tingkat bunga mengambang sebesar 255 basis poin di atas suku bunga BI 7-Days Repo Rate. Dengan BI 7-DRR saat ini sebesar 5,5 persen, bunganya menjadi 8,05 persen.
Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra, mengatakan, karakter investasi ini menarik sebab tren suku bunga cenderung terus meningkat, sehingga kupon instrumen ini pun akan terus naik. Di sisi lain, saat ini instrumen pasar modal lainnya tengah sangat tertekan dan bergerak fluktuatif sehingga potensi risikonya meningkat. "SBR004 justru hadir dengan bunga yang cenderung terus meningkat, serta dijamin keamanannya oleh pemerintah," ujarnya, Rabu, 12 September 2018.
Kupon SBR004 juga terbilang masih lebih tinggi dibandingkan dengan yield surat utang negara (SUN) tenor 2 tahun di pasar sekunder sudah mencapai 7,78 persen. Padahal, yield ini sudah meningkat dari 7,09 persen ketika SBR004 mulai dipasarkan.
Dengan SBR004, kata Adi, investor justru bisa me-maintain investasinya di tengah perkembangan tingkat suku bunga acuan. "Karena mereka juga melihat potensi suku bunga acuan akan terus meningkat di masa mendatang."
Bila dibandingkan dengan instrumen sejenis lainnya, SBR menawarkan kupon lebih tinggi dari bunga deposito yang hanya 5,82 persen. Pajak imbal hasilnya pun hanya 15 persen, sedangkan deposito 20 persen.
Dibandingkan dengan obligasi ritel Indonesia (ORI) atau sukuk ritel (Sukri), instrumen ini lebih unggul sebab kuponnya bersifat mengambang. Harga ORI dan Sukri akan turun di pasar sekunder seiring dengan naiknya suku bunga acuan. Menurut Adi, instrumen SBR seharusnya bisa lebih didorong dibandingkan dengan ORI atau Sukri yang selama ini bisa ditransaksikan di pasar sekunder.
Pasalnya, ORI dan Sukri cenderung cepat berpindah tangan ke investor institusi lagi. Apalagi, pemesanan SBR004 ini sudah hampir menyaingi pemesanan ORI014 tahun lalu yang senilai Rp 8,98 triliun dan Sukri SR-010 tahun ini yang senilai Rp 8,44 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luki Alfirman, , mengatakan pemerintah terus meningkatkan komunikasi dengan pelaku pasar, terutama mitra penjual SBR004 ini untuk menyampaikan concern dan strategi pembiayaan pemerintah. Tujuannya, agar lebih banyak investor lokal bisa dijaring.
Baca: Kemenkeu: 1 Triliun dari Surat Utang SBR004 untuk Tutupi Defisit
Secara terpisah, Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menyambut baik kehadiran instrumen SBR004 tersebut. Ia juga mendorong perbankan agar bersaing lebih keras dalam menghimpun dana.
BISNIS