TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan transaksi pembelian 51 persen saham PT Freeport Indonesia akan rampung pada akhir September 2018. Berdasarkan target pemerintah, transaksi yang komitmennya diteken sejak Juli 2018 lalu ini harus rampung pada September ini.
BACA: Demo ke Jakarta, Eks Karyawan Freeport Nabung Rp 1000 Tiap Hari
"Sudah. Freeport akhir September (rampung)" kata Rini Soemarno saat ditemui usai HUT Polwan di Monumen Nasional, Jakarta, Senin, 3 September 2018.
Pada 10 Agustus 2018, PT Indonesia Asahan Aluminium menyatakan masih menyelesaikan transaksi pembelian 51 persen saham PT Freeport Indonesia. "Kami usahakan secepatnya untuk diselesaikan," ujar Head of Corporate Communications and Government Relations Inalum Rendi Witular kepada Tempo.
BACA: Inalum: Negosiasi Freeport dengan Pemerintah Indonesia Belum Usai
Ada tiga transaksi yang harus diselesaikan Inalum. Pertama adalah perjanjian jual beli hak partisipasi dengan Rio Tinto, dan perjanjian jual beli saham dengan PT Indocopper Investama, anak usaha Freeport. Terakhir adalah akad konversi hak partisipasi menjadi saham dengan Freeport McMoran. Rendi mengemukakan ketiga transaksi ini akan diselesaikan secara bersamaan. "Semuanya diselesaikan secara bersamaan," tutur Rendi.
Inalum melaporkan nilai transaksi mencapai US$ 3,85 miliar atau sekitar Rp 55 triliun. Perusahaan akan menggelontorkan US$ 3,5 miliar untuk membeli 40 persen hak partisipasi Rio Tinto di PT FI. Sisanya dipakai untuk membeli saham Freeport.
Divestasi adalah bagian dari empat poin perundingan kelanjutan operasi Freeport di Indonesia setelah kontraknya habis pada 2021. Selain divestasi, Freeport wajib membangun fasilitas pemurnian tembaga. Sementara pemerintah harus memberikan perpanjangan operasi plus aturan fiskal yang tetap bagi Freeport hingga 2041. Kestabilan fiskal sudah dijamin pemerintah melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2018.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengemukakan, bersamaan dengan transaksi, perseroan juga tengah membicarakan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company) bersama pemerintah Papua dan pemerintah Mimika. Ketiga pihak masih mengkaji dua opsi patungan: membentuk perusahaan baru atau memakai perusahaan pelat merah daerah yang ada.
"Kalau pakai BUMD yang ada kan bisa lebih cepat," ujar Budi, Selasa lalu. Nantinya, dia berujar, transaksi akan diteken atas nama perusahaan patungan.
Direktur Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Fajar Harry Sampurno, mengemukakan ada 11 bank yang akan mendanai pembelian saham Freeport. Sayangnya, dari belasan perbankan, tak ada satupun yang dimiliki pemerintah. Fajar berdalih perbankan pelat merah ogah mendanai karena faktor risiko kurs dan ketersediaan dana. "Bank BUMN tak punya alokasi besar," kata dia.
ROBBY IRFANY | CHITRA PARAMESTI