TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna, mengatakan komponen dalam pembangunan jalan tol tidak menggunakan bahan impor. Sehingga, proyek pembangunan tol tidak masuk dalam pengkajian proyek infrastruktur yang akan dihentikan.
"Kriterianya kalau dilihat komponen impor. Kalau jalan tol komponen impornya di mana?" Kata Herry di Kantor Kementerian PUPR, Selasa, 7 Agustus 2018.
Baca juga: Proyek Tol Trans Jawa, Ruas Pejagan - Semarang Rampung Akhir 2018
Herry menuturkan pembangunan tol akan menggenjot perekonomian. Kemudian, seluruh komponennya berasal dari dalam negeri, mulai dari pekerja hingga struktur jalan yang digunakan.
Sebelumnya, Jokowi mematok target penghematan yang cukup tinggi dari upaya tersebut. Menurut dia, jika evaluasi proyek “padat impor” sukses, devisa yang dapat dihemat mencapai US$ 21 juta setiap hari.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik atau BPS, kenaikan impor terjadi sepanjang semester pertama tahun ini dan menyebabkan neraca perdagangan defisit. Komponen impor tertinggi adalah bahan baku untuk proyek infrastruktur, di antaranya impor besi baja, yang meningkat 39 persen, dan impor mesin serta alat listrik, yang naik 28 persen pada Mei 2018 lalu.
Tingginya penggunaan bahan impor dan valuta asing dalam proyek infrastruktur pun berdampak pada kinerja keuangan badan usaha milik negara atau BUMN, khususnya yang menggarap proyek-proyek penugasan besar.
Data Kementerian BUMN menyebutkan utang perusahaan negara yang berhubungan dengan jalan tol naik 54,05 persen pada 2014-2017, diikuti dengan pertumbuhan aset dan ekuitas masing-masing 53,29 persen dan 51,17 persen.
Simak berita tentang PUPR hanya di Tempo.co