TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini pemberdayaan perempuan akan memberi nilai tambah bagi perekonomian. Selain itu, nilai tambah bisa diperoleh dalam bentuk ketahanan ekonomi.
Baca: Sri Mulyani Sebut Operasi Kilang TPPI Terganjal Warisan Masa Lalu
Untuk itu, Sri Mulyani berujar pemerintah tengah berupaya menciptakan kesetaraan gender sejak awal. "Mesti dimulai sejak pendidikan anak usia dini atau PAUD," ujarnya dalam seminar bertajuk “Women Participation for Economic Inclusiveness” di Hotel Sheraton, Surabaya, Kamis, 2 Agustus 2018.
Pemerintah juga mesti memastikan kelompok keluarga miskin tidak mengalami tekanan lagi. Tekanan finansial, ujar Sri Mulyani, kerap kali menyebabkan anak-anak di keluarga tersebut tidak bisa bersekolah. "Khususnya anak perempuan."
Dalam hal ini, pemerintah mengandalkan Program Keluarga Harapan untuk mengantisipasi hal tersebut. Sri Mulyani berujar jumlah keluarga yang ditanggung program tersebut akan ditingkatkan jumlahnya. Adapun tahun ini jumlah penerima program itu adalah sepuluh juta keluarga.
"Ini untuk menjamin bahwa keluarga tidak melakukan excuse bahwa kemiskinan menyebabkan mereka tidak bisa menyekolahkan. Biasanya yang tidak boleh sekolah itu anak perempuan, yang diutamakan laki-laki," ujar Sri Mulyani.
Baca: Siapa yang Dikritik Sri Mulyani: Ahok atau Anies Baswedan?
Sejatinya, kata Sri Mulyani, masyarakat, khususnya wanita, mesti diberi kesempatan untuk sekolah, diberi akses kesehatan, hingga dijamin masuk ke pasar tenaga kerja. Persoalan kesetaraan gender ini, menurut dia, sangat relevan, tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga seluruh dunia. "Isu ini bukan hanya berlaku di negara berkembang, tapi juga negara maju."
Berdasarkan proyeksi World Economic Forum Report 2017, Sri Mulyani menyebut persoalan persamaan gender membutuhkan 200 tahun untuk bisa selesai, sehingga perjalanannya masih sangat lama.
Apalagi, kata Sri Mulyani, kemajuannya pun masih sangat lambat. Berdasarkan data Bank Dunia, kesenjangan gender menyebabkan pendapatan ekonomi hilang rata-rata 15 persen. "Atau dalam hal ini hilangnya value economy itu disebabkan oleh entrepreneurship gap," ujar Sri Mulyani.