TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan optimistis kelebihan pendapatan minyak dan gas bumi negara (windfall profit) dapat menutupi kebutuhan subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Pemerintah memperkirakan subsidi energi tahun ini Rp 163,5 triliun. Jumlah itu membengkak Rp 69 triliun dibanding target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 senilai Rp 94,5 triliun.
Simak: Investasi Sektor Hulu Migas Turun 29 Persen
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, memprediksi pendapatan migas akan berlebih sekitar Rp 70 triliun. Asumsinya, penjualan migas bisa sesuai target dengan harga patokan minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price) sekitar US$ 70 per barel. "Windfall sekitar Rp 70 triliun dengan asumsi ICP US$ 70 per barel. Jadi dari windfall cukup untuk menutupi tambahan subsidi energi," ujar Askolani di kantornya, Jumat 27 Juli 2018.
Subsidi BBM bertambah karena asumsi ICP saat ini berbeda dengan prediksi pemerintah dalam APBN sebesar US$ 48 per barel. Perubahan itu memaksa pemerintah menambah subsidi solar dari Rp 500 ke Rp 2.000 per liter. Kenaikan subsidi berlaku surut sejak Januari hingga Desember mendatang.
Askolani mengemukakan pendapatan berlebih juga akan diperoleh negara dari pertambangan batubara. Saat ini harga batubara acuan sudah di atas US$ 100 per ton. Harga tersebut jauh di bawah rata-rata HBA tahun lalu sebesar US$ 85,92 per ton.
"Penerimaan negara sektor pertambangan juga ada windfall. Tapi saya lupa angka prediksinya," tutur dia.
Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Arief Budiman mengemukakan rencana pemerintah menambah
subsidi solar dari Rp 500 ke Rp 2.000 per liter adalah kabar gembira bagi perusahaannya. Arief menuturkan tambahan subsidi tersebut akan menambah pendapatan perusahaan hingga Rp 23,2 triliun. "Solusi pasti ada dari pemerintah. Kami sudah membuka semuanya," ungkap Arief.
Arief mengakui tekanan keuangan berasal dari sektor hilir. Sebab, Pertamina harus menjual bahan bakar minyak sebesar 1,1 juta kiloliter per hari. Sebagian besar di antaranya tergolong BBM jenis pelayanan masyarakat sehingga harganya ditetapkan pemerintah.