TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Perhubungan Budi Karya membantah adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pembangunan Bandara Kulon Progo atau New Yogyakarta International Airport atau NYIA. Dia mengatakan semua prosesnya dilakukan sesuai undang-undang dan hukum yang berlaku.
Baca juga: Tolak NYIA, Foto Perempuan Bersimpuh di Depan Aparat Ini Viral
"Saya pastikan tidak ada, saya 5-6 kali ke sana, mereka yang bermasalah itu cuma 1 dan dua, dan proses itu sopan sekali," ujar dia di Menteng, Ahad, 22 Juli 2018.
Budi Karya menjelaskan proses pembangunan bandara sudah terjadi. Sehingga, masyarakat yang tanahnya dipakai untuk pembangunan mendapatkan uang kompensasi.
Dia juga memerintahkan Angkasa Pura I untuk berdialog dengan masyarakat. "Sehingga tidak ada friksi-friksi yang terjadi di sana," ucap dia.
Sebelumnya, foto seorang perempuan warga Kulon Progo, Yogyakarta yang mengenakan mukena sambil duduk di hadapan aparat viral di media sosial. Wagirah, nama perempuan itu, sedang memprotes aparat kepolisian yang mengosongkan dan menggusur rumahnya untuk pembangunan Bandara Kulon Progo.
Wagirah adalah penduduk di Desa Glagah Kecamatan Temon yang menolak rumahnya digusur untuk kepentingan Bandara Kulon Progo atau NYIA. Rumahnya merupakan satu dari 37 rumah warga lain yang menolak proyek tersebut.
Teguh Pramono, penasehat hukum warga Kulon Progo membenarkan adanya aksi yang dilakukan warga Temon tersebut. Menurut Teguh, penggusuran dalam rangka pembangunan NYIA ini sarat akan pelanggaran HAM. Mulai dari minimnya sosialisasi, ganti rugi yang tidak jelas, sampai pada penganiayaan.
Teguh menambahkan, warga yang digusur rumahnya tidak mendapatkan sosialisasi yang jelas sebelumnya. Mereka hanya menerima pengumuman dari pihak pemerintah melalui koran tanpa ada percakapan dan dialog tatap muka kepada pihak yang berdampak langsung pada proses penggusuran ini.
PT Angkasa Pura I (PT AP I) mengimbau warga yang masih bertahan di area Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara Kulon Progo atau NYIA untuk membongkar rumah dan memindahkan barang-barang miliknya dari lokasi proyek pembangunan bandara.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko gangguan kesehatan akibat debu, kecelakaan, keamanan serta keselamatan bagi warga yang masih bertahan dari aktivitas pekerjaan dan lalu lintas kendaraan proyek, serta alat berat di lokasi pembangunan Bandara Kulon Progo.