TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan Freeport Indonesia masih berkonsultasi soal pengolahan limbah tambang. Pengolahan limbah tersebut, masuk dalam pokok-pokok perjanjian dengan PT Inalum.
"Freeport masih berkonsultasi dengan kita soal pengolahan limbah. Dua minggu sekali," ujar Siti di Kantor KLHK, Jumat, 13 Juli 2018.
BACA: Ambil Alih 51 Persen Saham Freeport, 11 Bank Siap Danai Inalum
Kementerian Lingkungan mencatat ada 48 poin kelemahan Freeport soal pengolahan lingkungan. "Terus kami kontrol, kami ikuti, sudah diselesaikan 35 poin, dan masih tersisa 13 poin," kata Siti Nurbaya di Kantor Kementerian Keuangan.
Siti Nurbaya menuturkan dari 13 poin yang belum diselesaikan, ada 7 poin yang saat ini akan rampung. "Tailing yang paling berat," ucap dia. Untuk persoalan tailing, Siti menjelaskan pemerintah sedang melakukan kajian lingkungan hidup karena selama ini tailing dibuang ke sungai.
Adapun terkait perencanaan teknis dalam pengolahan limbah Freeport, Siti menjelaskan masih dalam tahap penyusunan. Dia menginginkan seluruhnya terukur, mulai dari teknologi hingga referensi dan pencapaiannya. "Minggu ini sedang di-appraise, sedang dinilai kawan-kawan," ujar dia.
BACA: Negosiasi Panjang Freeport, RI Akhirnya Kuasai 51 Persen Saham
Sebelumnya, Freeport - McMoran Inc dengan PT Freeport Indonesia, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan Rio Tinto resmi meneken perjanjian awal atau Heads of Agreement (HoA). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perjanjian tersebut merupakan sebuah langkah yang maju dan strategis untuk mewujudkan kesepakatan antara pemerintah dengan perusahaan asal negeri Abang Sam itu yang sebelumnya diumumkan pada 27 Agustus 2017.
Kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Freeport antara lain adalah adanya landasan hukum yang mengatur antara pemerintah dan perusahaan pertambangan itu dalam bentuk izin usaha pertambangan khusus operasi dan produksi, bukan lagi berupa kontrak karya. Selain itu, divestasi sebesar 51 persen untuk kepentingan nasional Indonesia.
Freeport diminta membuat smelter di dalam negeri. Pemerintah juga meminta penerimaan negara lebih besar secara agregat atau total daripada yang diterima melalui kontrak karya selama ini. Perpanjangan kontrak dapat dilakukan maksimal dua kali sepuluh tahun hingga 2041, bila Freeport memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi atau IUPK-OP.