TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago mengatakan Kementerian mengusulkan kebijakan ganjil genap juga diterapkan untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor.
"Waktu saya koordinasi, sudah diomongin. Saya minta diberlakukan, tapi instansi lain masih fokus ke arus lalu lintas," katanya di kantor KLHK, Jumat, 13 Juli 2018.
Baca: Libur Saat Asian Games, Sandiaga Uno Tunggu Evaluasi Ganjil Genap
Pemberlakuan sistem plat ganjil dan genap, kata Dasrul, dapat mengurangi polusi hingga 50 persen. Rata-rata angka partikular mikro 2,5 di Jakarta per hari 40 mikrogram per meter kubik. Padahal, menurut standar kesehatan, angka batas PM 2,5 adalah 25 mikrogram per meter kubik.
Dasrul menjelaskan, partikular mikro 2,5 merupakan debu halus yang dapat masuk ke sistem pernapasan manusia. Jika terus terhirup, partikel itu akan menyebabkan penyakit pernapasan hingga kanker paru-paru.
Kepala Dinas Lingkungan DKI Jakarta Isnawa Adji mengklaim kualitas udara Ibu Kota makin baik setelah perluasan ganjil genap sejak 2 Juli 2018.
Isnawa mengatakan hal tersebut didasari hasil monitoring kualitas udara di beberapa stasiun udara di sejumlah titik. Seperti di Stasiun DKI 1 Bundaran Hotel Indonesia, konsentrasi CO terpantau turun 1,7 persen, konsentrasi NO turun 14,7 persen, dan konsentrasi HC turun 1,37 persen.
Selain itu, di Stasiun DKI 2 Kelapa Gading terpantau terjadi penurunan konsentrasi CO 1,15 persen, NO turun 7,03 persen, dan NO2 turun 2,01 persen. Sedangkan di Stasiun DKI 4 Lubang Buaya terjadi penurunan konsentrasi CO 1,12 persen dan NO 7,46 persen.
Meski peraturan ganjil genap diberlakukan, kata Isnawa, parameter kualitas udara PM-10 atau partikel udara debu yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron masih cukup tinggi. Hal ini, dia melanjutkan, disebabkan aktivitas pembangunan mass rapid transit, light rail transit, dan penataan trotoar di Jalan Sudirman-Thamrin.