TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani tetap akan menaikkan subsidi Bahan Bakar Minyak jenis Solar dari Rp 500 menjadi Rp 2000. Meskipun, pemerintah memutuskan tidak mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2018.
Sri Mulyani memastikan postur APBN 2018 saat ini masih mencukupi untuk kenaikan subsidi solar. "Keseluruhan APBN itu, dari sisi penerimaan maupun belanja, pasti ada beberapa yang bergerak berdasarkan indikator ekonomi, seperti harga minyak, nilai tukar. Pergerakan itu ada di dalam Undang-undang APBN yang mengamanatkan untuk bisa teralokasikan," ujar Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 12 Juli 2018.
Simak pula: Sri Mulyani Minta Instansi Cek Ulang Anggaran Sebelum Mengeluh
Sri Mulyani mengatakan sudah ada pos tersendiri untuk tambahan subsidi itu. "Bagi pemerintah, kenaikan dari Rp 500 per liter jadi Rp 2.000 per liter itu dialokasikan berdasarkan pos yang ada," kata dia.
Penetapan kenaikan subsidi itu akan dilakukan langsung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Komisi Energi DPR. "Setelah Menteri ESDM Ignasius Jonan menyampaikan ke Komisi VII."
Kenaikan subsidi solar itu telah disepakati antara Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara beberapa waktu lalu. Revisi besaran subsidi itu dilakukan lantaran adanya kenaikan harga minyak mentah Indonesia. Tambahan subsidi itu juga disebut telah mempertimbangkan beberapa hal seperti daya beli masyarakat, kondisi perusahaan, hingga kesehatan pelaksanaan APBN.
Baca juga: Sri Mulyani Lapor Pendapatan Negara Naik 16 Persen ke Jokowi
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan bahwa postur APBN 2018 sudah cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan belanja negara. Selain itu, defisit anggaran juga lebih dari yang direncanakan.
Dari sisi makro ekonomi, semester 1 diperkirakan tumbuh sebesar 5,1 persen. Sedangkan dari sisi penerimaan pajak semester 1, PPn non migas tumbuh 14,9 persen. "Itu lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang tumbuh hanya 6 persen, dan 2016 hanya tumbuh 7 persen," katanya.
Untuk penerimaan pajak yang berasal dari PPn tumbuh hampir sama dengan tahun lalu, yaitu 13,6 persen. Sedangkan PPn pada 2016 tumbuh negatif. Dari sisi bea dan cukai, Sri Mulyani menyebutkan penerimaan tumbuh 16,7 persen yang merupakan penerimaan kotor bea dan cukai teritinggi sejak 3 tahun terakhir. Untuk PPh migas tercatat meningkat 9 persen dibandingkan tahun lalu negatif 69 persen dan 2016 negatif 40 persen.