TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat berencana meninjau ulang keringanan bea masuk dalam bentuk generalize system of preference yang diberikan kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia. Akibatnya banyak produk dari Indonesia akan terkena dampak dari pengetatan masuknya produk impor ke AS akibat perang dagang.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, jika GSP dicabut oleh pemerintah AS, maka akan berdampak negatif terhadao ekspor barang-barang Indonesia ke negeri ini. Ada 3.547 barang yang akan terkena dampaknya.
Untuk itu, pemerintah RI akan bertemu dengan AS membahas soal ini. Menurut Enggartiasto, pihaknya sudah berkomunikasi dengan perwakilan dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR). "USTR mengundang kami untuk duduk bersama membahas fasilitas GSP ( generalized system of preference) yang diberikan," ujar dia di Kemenko Perekonomian, Rabu, 11 Juli 2018.
Baca: Sri Mulyani: Pemerintah Petakan Sektor Terdampak Perang Dagang
Pertemuan tersebut akan dilangsungkan di AS pada akhir Juli nanti. Enggartiasto menuturkan saat ini masih berkoordinasi untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan dibicarakan ke USTR.
Hal-hal yang akan dibicarakan, antara lain, dampak dari dicabutnya GSP untuk Indonesia. "Ada tiga negara yang minta untuk direview," ucap Enggar.
Tahun lalu, produk Indonesia senilai US$ 2 miliar merambah Amerika lewat tarif khusus. Belakangan, Presiden AS Donald Trump telah memberikan sinyal akan mengevaluasi penerapan GSP sebagai bagian dari upaya proteksi industri dalam negeri, alasan yang sama dalam perang dagang dengan Cina.
Baca: JK: Perang Dagang Amerika - Cina Pengaruhi Ekspor Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sedang mengidentifikasi sektor industri bersama Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Kami akan mengkaji industri manufaktur yang dianggap berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya, juga kemungkinan untuk mengurangi impornya,” ucapnya.
Kelak, hasil identifikasi tersebut juga akan menjadi pertimbangan dalam rencana pemberian insentif baru untuk mendorong peningkatan ekspor, seperti tax holiday, tax allowance, serta fasilitas bea masuk dan bea keluar. Sri Mulyani berharap pembahasan akan menemukan solusi kebijakan yang lebih akurat untuk menggenjot produktivitas industri. “Karena kebutuhan setiap sektor industri berbeda,” tuturnya.
CHITRA PARAMAESTI I GHOIDA RAHMA