TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto yakin kebijakan baru terkait perhitungan harga jual eceran tidak berimbas masif pada migrasi konsumsi ke bahan bakar minyak dengan RON rendah, terutama premium yang masuk kategori penugasan.
“Konsumen pertamax ke atas itu enggak akan balik ke premium, mesinnya bisa rusak. [Risiko migrasi] enggak ada,” ujarnya, Rabu, 4 Juli 2018.
Baca juga: Menteri Ignasius Jonan Evaluasi Konsumsi Premium
Menurut Djoko, kebijakan baru perhitungan harga jual eceran BBM dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2018 lebih diarahkan untuk mempermudah dan mempercepat penyesuaian harga oleh badan usaha.
Dalam beleid tersebut, harga jual eceran jenis BBM Umum ditetapkan badan usaha dan wajib dilaporkan kepada Menteri melalui Dirjen. Padahal, dalam regulasi sebelumnya, penetapan atau perubahan harga ditetapkan badan usaha setelah mendapat persetujuan dari menteri.
Adapun, perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum di titik serah untuk setiap liter ditetapkan badan usaha dengan harga tertinggi ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10 persen dari harga dasar.
Saat ditanya terkait potensi kecenderungan badan usaha mematok margin batas atas yakni 10 persen, Djoko mengatakan hal ini tidak akan sepenuhnya terjadi. Menurutnya, badan usaha akan tetap memperhitungkan persaingan harga jual dan kemampuan masyarakat. Apalagi, laporan tetap diserahkan sebelum eksekusi perubahan harga.
“Saya bilang ke dia [badan usaha], you kalau harganya gede-gede, nanti enggak laku. Enggak ada yang beli,” katanya.
Pada kenyataannya, beberapa badan usaha menaikkan harga jual BBM umum yang berlaku awal Juli.
Walaupun diakuinya, dengan beleid terdahulu pemerintah bisa mengintervensi secara regulasi karena adanya syarat persetujuan menteri. Hal inilah yang pemerintah lakukan saat menjaga harga jual selama Ramadan dan Idul Fitri.
Maklum, dalam aturan terdahulu, yakni Permen ESDM Nomor 21 Tahun 2018, persetujuan pemerintah didasarkan pada pertimbangan situasi perekonomian, kemampuan daya beli masyarakat, dan/atau ekonomi riil dan sosial masyarakat.
Bagaimana pun, regulasi baru terkait perhitungan harga jual eceran BBM muncul setelah beberapa bulan sebelumnya pemerintah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014.
Dalam regulasi terbaru, BBM jenis premium masuk dalam penugasan di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Padahal, secara regulasi sebelumnya, penugasan itu hanya berlaku untuk luar Jamali.