TEMPO.CO, Jakarta - Negara-negara anggota Uni Eropa akhirnya menyepakati program pengurangan bertahap sejumlah komponen bahan bakar nabati atau biofuel dalam kesepakatan EU's Renewable Energy Directive (RED II) atau Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa. Dengan adanya peraturan itu, ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa jadi salah satu komponen yang terancam.
Akan tetapi Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guérend mengatakan bahwa pada kenyataannya, tidak ada rujukan khusus atau pernyataan yang eksplisit mengenai minyak sawit dalam kesepakatan yang diambil pada 14 Juni 2018 lalu itu. "Biji bunga matahari, kedelai, atau minyak sawit akan diperlakukan dengan kriteria yang sama," kata Vincent dalam keterangannya di Jakarta, 16 Juni 2018.
BACA JUGA: Ini Tenggat Terakhir Pembahasan Ekspor Sawit Indonesia ke Eropa
RED II, kata dia, sama sekali tidak melarang atau membatasi kegiatan impor minyak sawit dari negara manapun, termasuk Indonesia. Vincent menegaskan bahwa RED II merupakan dokumen yang bertujuan untuk mengatur sejauh mana biofuel tertentu dihitung oleh negara anggota Uni Eropa demi mencapai target penggunaan energi berkelanjutan di Eropa. "Jadi pasar Uni Eropa tetap terbuka untuk impor minyak sawit," kata Vincent.
Sebelumnya, rencana penerapan RED II ini memang menuai protes di sejumlah negara terutama Indonesia dan Malaysia. Negara-negara eksportir bahan baku biofuel ke Eropa was-was jika aturan ini akan menutup pintu ekspor mereka.
BACA JUGA: Luhut Pandjaitan Melobi Uni Eropa Agar Longgarkan Pelarangan Ekspor Sawit Indonesia
Meski RED II bukanlah larangan langsung terhadap sawit Indonesia, tapi penerapan aturan ini tentu tetap mengancam bisnis sawit. Terlebih, Uni Eropa adalah pasar terbesar kedua ekspor sawit Indonesia. Pada 2017, nilai ekspor sawit Indonesia ke Eropa mencapi US$ 2,7 miliar atau setara Rp 38,149 triliun.
Dengan penerapan RED II, negara-negara Uni Eropa harus memperjelas asal muasal atau sumber bahan penggunaan biofuel mereka. Bahan bakar nabati yang boleh digunakan untuk biofuel di Eropa tidak boleh terbuat dari bahan mentah yang diperoleh dari tanah yang memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi seperti hutan primer dan lahan pepohonan, kawasan lindung, atau padang rumput dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
BACA JUGA: Parlemen Uni Eropa Setuju Batasi Sawit untuk Biofuel
Jika merujuk pada ketentuan tersebut, maka sawit Indonesia pasti akan kesulitan memenuhi standar tersebut. Kebanyakkan lahan perkebunan sawit di Indonesia merupakan hasil pembukaan hutan primer --meski secara hukum sudah dialihfungsikan oleh Kementerian Kehutanan--. Sebagian hutan yang dibuka menjadi perkebunan sawit sebelumnya dilanda kebakaran hutan.