TEMPO.CO, Washington - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan pihaknya mendukung rekomendasi kebijakan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, meningkatkan resiliensi, serta mengutamakan prioritas kebijakan ekonomi jangka menengah-panjang. Kebijakan itu, antara lain, dengan terus mereformasi sektor riil, fiskal, dan memperdalam pasar keuangan.
"Penggunaan kebijakan makroprudensial dibutuhkan untuk memantau risiko dan eksposur aset di sektor keuangan," ujar Agus dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa, 24 April 2018. Selain itu, peningkatan kerja sama multilateral disebut menjadi sangat relevan saat ini mengingat adanya ancaman proteksionisme pada sistem perdagangan global.
Baca Juga:
Baca: Luhut Tawarkan Bos IMF Diving di Labuan Bajo
Bersamaan dengan pelaksanaan Pertemuan Musim Semi IMF yang digelar di Washington DC saat ini, juga diselenggarakan pertemuan G-20 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Gubernur BI Agus Martowardojo hadir dalam pertemuan tersebut bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Para pemimpin negara yang ikut dalam pertemuan IMF itu menyebut perbaikan ekonomi global masih berlanjut, meskipun dibayangi berbagai tantangan. Tantangan itu di antaranya berupa proses penyesuaian harga aset sejalan dengan proses normalisasi kebijakan moneter negara maju. Selain itu juga ada tensi perdagangan dan ketegangan geopolitik yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Terkait dengan hal itu, kata Agus, BI sepakat bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengatasi permasalahan struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu momen saat ini tepat untuk memastikan dampak perkembangan teknologi informasi bagi perekonomian, mengatasi ketimpangan yang umumnya dialami kaum wanita dan memitigasi risiko melalui berbagai kebijakan yang ada.
Agus menjelaskan, Indonesia melihat kondisi pasar keuangan global saat ini masih cukup akomodatif meskipun diwarnai dengan peningkatan harga berbagai aset sebagai akibat kebijakan bank sentral negara-negara maju yang menormalisasi kebijakan moneternya.
Lebih jauh, Agus mengklaim Indonesia konsisten untuk merespons sejumlah tantangan perekonomian global yang disebutkan oleh IMF itu. Respons tersebut berupa kebijakan yang tepat di bidang fiskal, moneter, kebijakan makro-mikroprudensial, serta kebijakan struktural termasuk melalui kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. "Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan meningkat dari 3,8 persen di 2017 menjadi 3,9 persen pada 2018 dan 2019," katanya.
ANTARA